Jumat, 24 Oktober 2008

mandailing

Bagas Godang dan Sopo Godang

Bagas Godang (Rumah Raja) senantiasa dibangun berpasangan dengan sebuah balai sidang adat yang terletak di hadapan atau di samping Rumah Raja. Balai sidang adat tersebut dinamakan Sopo Sio Rancang Magodang atau Sopo Godang. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagai-mana jumlah anak tangganya. Untuk melambangkan bahwa pemerintahan dalam Huta adalah pemerintahan yang demokratis, maka Sopo Godang dibangun tanpa di dinding.

Dengan cara ini, semua sidang adat dan pemerintahan dapat dengan langsung dan bebas disaksikan dan didengar oleh masyarakat Huta. Sopo Godang tersebut dipergunakan oleh Raja dan tokoh-tokoh Na Mora Na Toras sebagai wakil rakyat untuk "tempat mengambil keputusan-keputusan penting dan tempat menerima tamu-tamu terhormat". Sesuai dengan itu, maka bangunan adat tersebut diagungkan dengan nama Sopo Sio Rancang Magodang inganan ni partahian paradatan parosu-rosuan ni hula dohot dongan (Balai Sidang Agung tempat bermusyawarah/mufakat, melakukan sidang adat dan tempat menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat). Biasanya di dalam bangunan ini ditempatkan Gordang Sambilan yaitu alat musik tradisional Mandailing yang dahulu dianggap sakral.

Setiap Bagas Godang yang senantiasa didampingi oleh sebuah Sopo Godang harus mempunyai sebidang halaman yang cukup luas. Oleh kerana itulah maka kedua bangunan tersebut ditempatkan pada satu lokasi yang cukup luas dan datar dalam Huta. Halaman Bagas Godang dinamakan Alaman Bolak Silangse Utang (Halaman Luas Pelunas Hutang). Sesiapa yang mencari perlindungan dari ancaman yang membahayakan dirinya boleh mendapat keselamatan dalam halaman ini. Menurut adat Mandailing, pada saat orang yang sedang dalam bahaya memasuki halaman ini, ia dilindungi Raja, dan tidak boleh diganggu-gugat.

Sesuai dengan fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang, kedua bangunan adat tersebut melambangkan keagungan masyarakat Huta sebagai suatu masyarakat yang diakui sah kemandiriannya dalam menjalankan pemerintahan dan adat dalam masyarakat Mandailing.
Karena itu, kedua bangunan ter-sebut dimuliakan da-lam kehidupan mas-yarakat. Adat-istiadat Mandailing menjadi-kan kedua bangunan adat tersebut sebagai milik masyarakat Huta tanpa mengu-rangi kemulian Raja dan keluarganya yang berhak penuh menem-pati Bagas Godang. Oleh kerana itu, pada masa lampau Bagas Godang dan Sopo Godang maupun Alaman Bolak Silangse Utang dengan sengaja tidak berpagar atau bertembok memisahkannya dari rumah-rumah penduduk Huta.

SAMPURAGA

Salah satu cerita yang diwariskan secara turun temurun di Mandailing adalah cerita ataupun “Legenda Sampuraga”.
Dahulu, Sampuraga dan ibunya tinggal di tempat daerah Padang Bolak. Keadaan sangat miskin di tempat ini, sehingga menyebabkan Sampuraga berkeinginan untuk merubah kehidupannya. Dia tidak ingin pekerjaannya hanya mencari kayu bakar setiap harinya. Ia ingin menjadi pemuda yang membayangkan masa depan yang cerah. Kemudian ia berniat untuk merantau dan mohon izin pada ibunya yang sudah sangat tua. Sampuraga meninggalkan orang tuanya dengan linangan air mata. Dia berjanji akan membantu keadaan ibunya apabila telah berhasil kelak. Ibunya kelihatan begitu sedih, karena Sampuraga adalah putera satu-satunya yang dimilikinya. Ia melepas kepergian putranya dengan tetesan air mata.

Sampuraga terus melanjutkan petualangannya dengan kelelahan yang terus menerus. Setelah beberapa lama sampailah ia ke Pidelhi (Pidolo sekarang), dan berdiam disana untuk beberapa waktu. Kemudian dilanjutkannya perjalanannya ke Desa Sirambas. Pada waktu itu Sirambas dipimpin oleh seorang raja yang bernama Silanjang (Kerajaan Silancang). Ditempat ini Sampuraga bekerja keras yang merupakan kebiasannya sejak masa kanak-kanak. Rajapun tertarik dan ingin menjodohkannya pada putrinya. Tentu saja Sampuraga sangat senang setelah mengetahui hal ini. Raja bermaksud membuat pesta besar, semua raja-raja di sekitar Mandailing diundang. Sementara ibunya sangat rindu pada putranya. Sampuraga telah tumbuh menjadi dewasa dengan begitu banyak perubahan. Dia tidak lagi seorang yang miskin seperti dahulu. Dia adalah lelaki yang kaya raya dan menjadi seorang raja.

Ketika upacara perkawinan tiba, ibunya dating ke pesta itu berharap dapat berjumpa denganputranya secepatnya. Tetapi apa yang terjadi ??? Sampuraga tidak mengakui kalau itu adalah ibunya. Dia malu kepada istrinya karena ibunya kelihatan sangat tua renta dan miskin, dia menyuruh ibunya untuk pergi dari tempat itu.
Sampuraga berkata “Hei orang tua, kamu bukan ibu kandungku, ibuku telah lama meninggal dunia. Pergi…!!!” Sampuraga tidak peduli dengan kesedihan dan penderitaan ibunya.
Ibunya pun pergi sambil memohon dan berdo’a kepada Allah SWT, Sampuraga dikutuk oleh ibunya dan kedurhakaannya tidak lain adalah disebabkan oleh kekayannya, ibunya memeras air susunya, Sampuraga lupa bahwa ia pernah disusui oleh ibunya.
Atas kehendak Allah SWT, datanglah badai tiba-tiba disekitar tempat istana menjadi banjir dan dihempas oleh air. Sampuraga tenggelam dan tempat itu menjadi Sumur Air Panas. Itulah yang dikenal dengan Air Panas Sampuraga di Desa Sirambas.
Gordang Sambilan

Gordang Sambilan (Big Nine Drums) is cultural heritage of Mandailing society and there no two him in other ethnical culture in Indonesia. Gordang Sambilan confessed by the expert of ethnomusicology as the most special music ensemble in the world.
For the people of Mandailing especially in the past, Gordang Sambilan is the most important sacred traditional music. Gordang Sambilan considered as a sacred instrument because it’s trusted to have occult strength hich is could call ancestors soul to render help through a medium or shaman which called Sibaso.
Therefore, at past, in each autonomous empire which many there are in Mandailing there must be one ensemble of Gordang Sambilan. The sacred musical instruments placing in Sopo Godang (Custom Convention Hall and Governance of Empire) or in one special building named Sopo Gordang near by Bagas Godang (residential of king). Gordang Sambilan only used for the custom ceremony and celebration of Idul Fitri (Feast Day Of Ramadan).
--------------------------------------------------------------
Lubuk Larangan

Di sepanjang Sungai Batang Gadis ada sebuah bagian yang disebut Lubuk Larangan yang panjangnya kira-kira 1 km. Biasanya dua kali dalam setahun terbuka bagi umum untuk menangkap ikan namun dalam bantuk yang terorganisir. Pada waktu lain dilarang keras untuk menangkap ikan disini. Seseorang yang ingin ikut ambil bagian dalam menangkap ikan harus mendaftarkan dirinya kepada sekretariat dan harus membayar uang pendaftaran. Uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan umum dalam komunitas masyarakat tersebut.
Gagasan dibalik lubuk larangan ini adalah untuk menghasilkan pendapatan untuk desa dan pelestarian ikan-ikan langka seperti ikan merah (sejenis jurung).
--------------------------------------------------------------
Pasar Tradisional

Panyabungan merupakan ibukota Kabupaten Mandailing Natal. Setiap hari Kamis sangat ramai dikunjungi penduduk dari berbagai daerah di Kabupaten Mandailing Natal. Pasar Panyabungan terletak di pusat kota Panyabungan. Pasar ini merupakan pasar tradisonal yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hari Kamis merupakan hari pekan di Panyabungan. Banyak sekali orang yang datang dari luar Panyabungan khusus berjualan pada hari Pekan.
Erpangir Kulau

Erpangir Kulau adalah upacara mandi untuk mengusir roh jahat atau menyucikan diri dari pengaruh roh jahat, memberi sesajian kepada yang kuasa supaya diberikan rejeki. Upacara ini masih dapat ditemukan di beberapa tempat. Sering juga dilakukan upacara perkawinan, membuat nama anak dan menolak penyakit yang dibuat oleh roh-roh jahat.

Upacara Perumah Begu

Upacara Perumah Begu masih tetap ada diantara penganut animisme. Dalam upacara perumah begu ini seorang dukun dapat berkomunikasi dengan roh-roh para leluhur dengan mengijinkan roh-roh itu masuk kedalam tubuhnya. Dengan cara ini kita dapat mengetahui tentang hal-hal yang akan datang dan masa lalu para leluhur dapat disingkap.

Erdemu Bayu

Upacara lain yang dapat dilihat di Karo adalah Erdemu Bayu yaitu pesta perkawinan, suatu pesta upacara yang melibatkan banyak orang, baik dari pihak Pengantin Pria, pihak Pengantin Wanita, Kalimbubu, Anak Beru dan Sembuyak. Di dalam perkawinan Karo pihak wanita masuk ke dalam klan pihak Pria dan pihak Pria harus membayar Tukur (mas kawin) kepada Kalimbubu.


Lingga

Di desa ini terdapat bangunan rumah radisional Karo berusia 250 tahun yang dikenal dengan nama Rumah Siwaluh Jabu dihuni oleh 8 kepala keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteram. Bahan bangunan rumah tradisional ini dari kayu bulat, papan, bambu dan beratap ijuk tanpa menggunakan paku yang dikerjakan tenaga arsitektur masa lalu. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata ini 15 Km yang dapat menggunakan kendaraan umum dan juga kendaraan (bus) wisata.

Dokan

Dokan merupakan sebuah desa yang indah, memiliki delapan rumah tradisional dan tinggal 7 rumah yang masih digunakan. Sari 300 keluarga yang tinggal di Dokan, 56 keluarga tinggal di rumah tradisional, hamper 20 % dari jumlah penduduk. Dokan memiliki atmofir yang menyenangkan dan tidak terlalu banyak yang mengunjunginya. Pesta tahunan biasanya diselenggarakan pada bulan Juli. Pada waktu itu, tarian tradisional juga ditampilkan. Semua rumah tradisional Karo mempunyai pemilik. Di Dokan penduduk tersebut masuk ke Marga Ginting, merupakan marga terbanyak di Dokan. Pemiliknya haruslah seorang an sudah tua agar mengerti tradisi masyarakat Karo. Rumah Besar di bangun pada tahun 1993, tetapi kebanyakan rumah tersebut sudah tua. Delapan keluarga kira-kira 40-50 orang tinggal didalam satu rumah.

Peceren

Peceren merupakan sebuah desa kecil di pinggiran Kota Berastagi yang didiami kira-kira 700 keluarga. Nama resminya adalah Sempa Jaya, tetapi kebanyakan warga hanya mengetahui nama aslinya yaitu Peceren. Peceren memiliki enam rumah adat tadisional Karo, yang masih digunakan ada empat. Dua rumah lagi tidak dapat didiami. Rumah tertua kira-kira berumur 120 tahun. Delapan keluarga tinggal di rumah tradisional, karena mereka agak tidak praktis dan kaku dengan kehidupan modern. Warga agak kewalahan menjaga rumah tersebut agar terlihat bagus. Kita dapat mengunjungi dan melihat bagaimana warga yang hidup didalamnyaPesta tahunan yang diselenggarakan di Peceren diadakan pada bulan Oktober. Dari Peceren kita dapat berjalan sepanjang lahan pertanian menuju Ujung Aji sisi lain dari Berastagi. Untuk mencapai Peceren kita dapat menggunakan transportasi local tujuan Medan atau dengan berjalan kaki. Jalan kecil menuju desa utama, pada sisi sebelah kanan, mulai 1 Km dari Monumen Berastagi.






next


































Peninggalan Meriam Putri Hijau

Bukti peninggalan sejarah Puntungan Meriam Putri Hijau dapat kita temui di Desa Sukanalu dan Seberaya yang hingga sekarang masih dianggap oleh masyarakat mempunyai magik dan setiap tahun dibersihkan serta sesajen (upah0upah) atau cibal-cibalen oleh masyarakat setempat. Jarak dari kota Berastagi ke Desa Sukanalu 23 Km dan ke Seberaya 7 Km. Untuk mengunjungi objek wisata ini dapat menggunakan kendaraan ukuran besar dan transportasi bus umum.

Legenda (Cerita rakyat)

Gundala-gundala memiliki arti sebuah tarian topeng. Zaman dahulu di Tanah Karo, tinggallah seorang raja dan seorang putrinya yang menikah dengan panglima tertinggi kerajaan. Suatu waktu keluarga kerajaan membuat jalan setapak menuju hutan, dan ketika mereka sedang berada di hutan, mereka bertemu dengan seekor burung yang sangat besar yang disebut GURDA-GURDI. GURDA-GURDI berasal dari serangga.

Setelah melihat seorang gadis cantik, GURDA-GURDI ingin menjadikannya sebagai isterinya, tetapi karena gadis itu telah menikah suaminya dan raja sangat marah, kemudian mereka pun berperang di tengah hutan. Akhirnya pasukan raja dapat mengalahkan GURDA-GURDI. Atraksi ini biasanya dipertunjukkan masyarakat Karo pada upacara ritual untuk menyuruh agar hujan turun. Tetapi untuk saat ini atraksi ini normalnya dibuat untuk menyambut tamu khususnya dan kegiatan lainnya.

Senin, 13 Oktober 2008

DEKLARASI PPI





PENDIRIAN PPI
Dibentuk & didirikan melalui akte Notaris pada tanggal 5 Maret 2007 di Jakarta melalui Musyawarah Dewan Pendiri yang dipimpin Hasanuddin Yusuf, Boston Manurung dan Achmad Mudjiyanto.


DEKLARASI PPI
Pendeklarasian PPI sebagai Parpol Nasional diadakan secara khitmat pada tanggal 27 Mei 2007 di Monumen Tugu Proklamasi Jakarta yang dihadiri oleh 1000 (seribu) Anggota dan Pengurus PPI.


1.VISI :
Menjadikan PPI sebagai Wahana Perjuangan komponen Kepemudahan dan Kerakyatan
untuk memajukan dan Mensejahterakan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

2.MISI :
Menjadikan komponen Pemuda sebagai SUBJEK (pelaku) yang proakatif dalam
menentukan Kebijakan Pembangunan Rakyat, Bangsa, dan Negara.

AZAS

Partai Pemuda Indonesia berazaskan kepada :
1. Undang – Undang Dasar 1945
2. Pancasila

ALAT-ALAT RUMAH TANGGA

Alat-alat Rumah Tangga Yang Dipakai oleh Nenek Moyang Kita Dahulukala

* Panutuan dan Tutu adalah alat untuk menggiling bumbu dapur. Panutuan dan Tutu terbuat dari batu atau kayu. Panutuan adalah wadah tempat bumbu akan digiling, sedangkan Tutu adalah batu atau kayu penggiling bumbu itu. Tutu ini dinamai juga Papene.


* Papene adalah Sapa kecil tanpa kaki. Besarnya sekitar ± 30-40 cm. Biasanya Papene ini digunakan pada kesempatan sehari-hari.

* Hansung atau Hiong adalah bejana untuk mengambil air dari sumber air (sumur, pancuran atau sungai) dan sekaligus tempat penyimpanannya. Hansung atau Hiong adalah tabung besar yang terbuat dari bambu besar dengan ruas buku yang panjang. Kadang-kadang kulit luarnya dibuang, tetapi kadang-kadang tidak. Kulit yang tidak dibuang sering dihiasi dengan tulisan atau ukiran mitis. Selain untuk menampung dan menyimpan air, Hansung atau Hiong digunakan juga untuk menampung air aren yang dikenal dengan tuak. Di tanah Karo bejana ini disebut Kitang.

* Ompon ialah sejenis karung berbentuk silinder. Ompon terbuat dari kulit kayu atau dari
diayam dari Baion atau pandan. Besarnya dan volumenya tidak tentu. Ada ompon yang bisa menampung padi sebanyak 20-30 porsanan atau panuhukan. Porsanan atau Panuhukan adalah ukuran umum sebanyak orang bisa memikul. “porsan” atau “tuhuk” berarti pikul.
* Hudon Tano atau Susuban Tano adalah bejana yang terbuat dari tanah liat. Pada zaman dahulu bejana ini dipakai serba guna, misalnya: tempat penyimpanan air, tempat memasak makanan dan air minum.


* Hobon atau Tambarang mengacu pada barang yang sama, yakni sejenis tong yang terbuat dari kulit kayu yang amat besar. Hobon atau Tambarang ini dipakai untuk tempat menyimpan padi. Bila Hobon atau Tambarang ini berdiri akan tampak seperti drum yang besar.


* Sapa Bolon, atau biasa disebut sapa saja, ialah piring yang terbuat dari kayu. Biasanya sapa itu berdiameter ± 30-40 cm; tinggi ± 20-30 cm. Biasanya piring ini digunakan ketika satu keluarga makan hasil panen pertama atau makan Dengke na hinongkoman (ikan pelindung) untuk menolak penyakit menular. Nama ikan itu adalah Porapora. Jumlah ikan itu mesti sebanyak jumlah anggota keluarga yang makan, yang ditaruh pada sapa.


* Poting. Poting atau gunci terbuat dari tanah liat dan tutupnya terbuar dari kayu. Barang ini dipakai sebagai tempat tuak.



* Losung adalah lumpang, yakni perkakas untuk menumbuk padi untuk memperoleh beras. Losung dapat terbuat dari batu atau kayu. Biasanya bentuknya seperti bidang trapesium yang terbalik. Pada permukaan atas terdapat lubang besar ke dalamnya dimasukkan barang yang hendak ditumbuk. Ada dua ukuran lumpang, besar dan kecil. Lumpang besar digunakan untuk menumbuk padi, sedangkan yang kecil dipakai untuk menumbuk padi dalam jumlah sedikit atau pun untuk menggiling bumbu. Andalu adalah alat pasangan untuk menumbuk padi pada lumpang itu. Andalu adalah tongkat kayu sebesar genggaman tangan dengan panjang ± 150-200 cm. Dengan pergesekan Andalu dan padi, kulit padi menjadi terkelupas dan menghasilkan beras.


*Geanggeang termasuk perkakas dapur tempat penyimpanan lauk yang sudah dimasak. Bentuknya seperti keranjang yang dianyam dari rotan besar. Geanggeang ini tergantung setinggi ibu rumah tangga pemilik Jabu Bona pada Ruma Batak. Perkakas itu terikat pada atap rumah. Disebut Geanggeang karena perkakas ini tergantung dan mudah bergoyang. Di tempat inilah disimpan lauk yang sudah dimasak sehingga tidak mudah digapai anak-anak, kucing atau tikus. (gambar geanggeang1.JPG dan geanggeang2.JPG).

* Ampang adalah sejenis bakul yang terbuat dari anyaman rotan yang dibelah dan dihaluskan. Bagian bibir Ampang berbentuk bundar yang dibuat dari rotan bulat. Tetapi bagian dasar mendapat bentuk bidang bujursangkar. Ampang ini diperkuat oleh empat rangka dari sudut bujursangkar pada bagian dasar yang menopang bibir Ampang yang berbentuk bundar. Ampang digunakan sebagai alat pengukur isi untuk padi.


* Parutan. Parutan yang terbuat dari kayu dan sebatang besi. Fungsinya ialah untuk memarut kelapa.

Minggu, 12 Oktober 2008


A. Pengertian Gondang
Pada tradisi musik Toba, kata gondang (Secara harfiah) memiliki banyak pengertian. Antara lain mengandung arti sebagai : (1) seperangkat alat musik, (2) ensambel musik, (3) komposisi lagu (kumpulan dari beberapa lagu), (pasaribu 1987). Makna lain dari kata ini, berarti juga sebagai (1) menunjukkan satu bagian dari kelompok kekerabatan, tingkat usia; atau orang-orang dalam tingkatan status sosial tertentu yang sedang menari (manortor) pada saat upacara berlangsung (Irwansyah,1990).

Pengertian gondang sebagai perangkat alat musik, yakni gondang Batak.
Gondang Batak sering diidentikkan dengan gondang sabangunan atau ogling sabangunan dan kadang-kadang juga diidentikkan dengan taganing (salah satu alat musik yang terdapat di dalam gondang sabangunan). Hal ini berarti memberi kesan kepada kita seolah-olah yang termasuk ke dalam Gondang Batak itu hanyalah gondang sabangunan, sedangkan perangkat alat musik Batak yang lain, yaitu :
gondang hasapi tidak termasuk gondang Batak. Padahal sebenarnya gondang hasapi juga adalah gondang Batak, akan tetapi istilah gondang hasapi lebih dikenal dengan istilah uning-uningan daripada gondang Batak.

Gondang dalam pengertian ensambel musik terbagi atas dua bagian, yakni gondang sabangunan (gondang bolon) dan gondang hasapi (uning-uningan). Gondang sabangunan dan gondang hasapi adalah dua jenis ensambel musik yang terdapat pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum fungsi kedua jenis ensambel ini hampir tidak memiliki perbedaan keduanya selalu digunakan di dalam upacara yang berkaitan dengan religi, adat maupun upacara-upacara seremonial lainnya. Namun demikian kalau diteliti lebih lanjut, kita akan menemukan perbedaan yang cukup mendasar dari kedua ensambel ini.

Sebutan gondang dalam pengertian komposisi menunjukkan arti sebagai sebuah komposisi dari lagu (judul lagu secara individu) atau menunjukkan kumpulan dari beberapa lagu/repertoar, yang masing-masing ini bisa dimainkan pada upacara yang berbeda tergantung permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara untuk menari, termasuk di dalam upacara kematian saur matua. Misalnya : gondang si Bunga Jambu, gondang si Boru Mauliate dan sebagainya. Kata si bunga jambu, si boru mauliate dan malim menunjukkan sebuah komposisis lagu, sekaligus juga merupakan judul dari lagu (komposisi) itu sendiri.
Berbeda dengan gondang samba, samba Didang-Didang dan gondang elekelek (lae-lae). Meskipun kata gondang di sini juga memiliki pengertian komposisi, namun kata sombai;didang-didangi dan elek-elek memiliki pengertian yang menunjukkan sifat dari gondang tersebut, yang artinya ada beberapa komposisi
yang bisa dikategorikan di dalam gondang-gondang yang disebut di atas, yang merupakan “satu keluarga gondang”. Komposisi dalam “satu keluarga gondang,” memberi pengertian ada beberapa komposisi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama, yang dalam pelaksanaannya tergantung kepada jenis upacara dan permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara. Misalnya: gondang Debata (termasuk
di dalamnya komposisi gondang Debata Guru, Debata sari, Bana Bulan, dan Mulajadi); gondang Sahalai dan gondang Habonaran.

Gondang dalam pengertian repertoar contohnya si pitu Gondang. si pitu Gondang atau kadang-kadang disebut juga gondang parngosi (baca pargocci) atau panjujuran Gondang adalah sebuah repertoar adalah reportoar/kumpulan lagu yang dimainkan pada bagian awal dari semua jenis upacara yang melibatkan aktivitas musik sebagai salah satu sarana dari upacara masyarakat Batak Toba. Semua jenis lagu yang terdapat pada si pitu Gondang merupakan “inti” dari keseluruhan gondang yang ada. Namun, untuk dapat mengetahui lebih lanjut jenis bagian apa saja yang terdapat pada si pitu Gondang tampaknya cukup rumit juga umumnya hanya diketahui oleh pargonsi saja. Lagu-lagu yang terdapat pada si pitu Gondang dapat
dimainkan secara menyeluruh tanpa berhenti, atau dimainkan secara terpisah (berhenti pada saat pergantian gondang). Repertoar ini tidak boleh ditarikan. Jumlah gondang (komposisi lagu yang dimainkan harus di dalam jumlah bilangan ganjil, misalnya : satu, tiga, lima, tujuh).

Kata gondang dapat dipakai dalam pengertian suatu upacara misalnya gondang Mandudu (”upacara memanggil roh”) dan upacara Saem (”upacara ritual”). Gondang dapat juga menunjukkan satu bagian dari upacara di mana kelompok kekerabatan atau satu kelompok dari tingkatan usia dan status sosial tertentu yang sedang menari, pada saat upacara tertentu misalnya : gondang Suhut, gondang Boru, gondang datu, gondang Naposo dan sebagainya. Jika dikatakan gondang Suhut, artinya pada saat itu Suhut yang mengambil bagian untuk meminta gondang dan menyampaikan setiap keinginannya untuk dapat menari bersama kelompok kekerabatan lain yang didinginkannya. Demikian juga Boru, artinya yang mendapat kesempatan untuk menari; gondang datu, artinya yang meminta gondang dan menari; dan gondang naposo, artinya muda-mudi yang mendapat kesempatan untuk menari.

Selain kelima pengertian kata gondang tersebut, ada juga pengertian yang lain yaitu yang dipakai untuk pembagian waktu dalam upacara, misalnya gondang Sadari Saboringin yaitu upacara yang didalamnya menyertakan aktivitas margondang dan dilaksanakan selama satu hari satu malam. Dengan demikian, pengertian gondang secara keseluruhan dalam satu upacara dapat meliputi beberapa pengertian seperti yang tertera di atas. pengertian gondang sebagai suatu ensambel musik tradisional khususnya, maksudnya untuk mengiring jalannya upacara kematian saur matua.

B. Istilah Gondang Sabangunan
Banyak istilah yang diberikan para ahli kebudayaan ataupun istilah dari masyarakat Batak itu sendiri terhadap gondang Sabangunan, antara lain: agung, agung sabangunan, gordang parhohas na ualu (perkakas nan delapan) dan sebagainya. Tetapi semua ini merupakan istilah saja, karena masing-masing pada umumnya mempunyai pengertian yang sama.

Diantara istilah-istilah tersebut di atas, istilah yang paling menarik perhatian adalah parhohas na ualu yang mempunyai pengertian perkakas nan delapan. Istilah ini umumnya dipakai oleh tokoh-tokoh tua saja, dan biasanya disambung lagi dengan kalimat “simaningguak di langit natondol di tano” (artinya berpijak di atas
tanah sampai juga ke langit). Menurut keyakinan suku bangsa Batak Toba dahulu, apabila gondang sabangunan tersebut dimainkan, maka suaranya akan kedengaran sampai ke langit dan semua penari mengikuti gondang itu akan melompat-lompat seperti kesurupan di atas tanah (na tondol di tano). Biasanya semua pendengar mengakui adanya sesuatu kekuatan di dalam “gondang” itu yang dapat membuat orang bersuka cita, sedih, dan merasa bersatu di dalam suasana kekeluargaan.

Gondang sabangunan disebut “parhohas na ualu, karena terdiri dari delapan jenis instrumen tradisional Batak Toba, yaitu taganing, sarune, gordang, ogling ihutan, ogling oloan, ogling panggora, ogung doal dan hesek tanpa odap. Kedelapan intrumen itu merupakan lambang dari kedelapan mata angin, yang disebut “desa na ualu” dan merupakan dasar yang dipakai untuk sebutan Raja Na Ualu (Raja Nan Delapan) bagi komunitas musik gondang sabangunan. Pada masa awal perkembangan musik gondang Batak, instrumen-instrumen ini masing-masing dimainkan oleh satu orang saja. Tetapi sejalan dengan perubahan
jaman, ogling oloan dan ogling ihutan telah dapat dimainkan hanya oleh satu orang saja. Sedangkan odap sudah tidak dipakai lagi. Kadang-kadang peran hesek juga dirangkap oleh pemain taganing, sehingga jumlah pemain ensambel itu bervariasi. Keseluruhan pemain yang memainkan instrumen-instrumen dalam gondang sabangunan ini disebut pargonsi dan kegiatan yang menggunakan perangkatperangkat
musik tradisional ini disebut margondang (memainkan gondang).

C. Jenis Dan Fungsi Instrumen Gondang Sabangunan
Gondang sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradiosional Batak Toba, terdiri dari : taganing, gordang, sarune, ogling oloan, ogling ihutan, ogling panggora, ogling doal dan hesek. Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan masingmasing instrumen yakni fungsinya.

1. Taganing
Dari segi teknis, instrumen taganing memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” atau “dirigen” (pemain group gondang) dengan isyarat- isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya.

2. Gordang
Gordang ini berfungsi sebagai instrumen ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.

3. Sarune
Sarune berfungsi sebagai alat untuk memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing.

4. Ogung Oloan (pemiapin atau Yang Harus Dituruti)
Agung Oloan mempunyai fungsi sebagai instrumen ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi agung oloan ini umumnya sama dengan fungsi agung ihutan, agung panggora dan agung doal dan sedikit sekali perbedaannya. agung doal memperdengarkan bunyinya tepat
di tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu efek synkopis nampaknya merupakan suatu ciri khas dari gondang sabangunan.
Fungsi dari agung panggora ditujukan pada dua bagian. Di satu bagian, ia berbunyi berbarengan dengan tiap pukulan yang kedua, sedang di bagian lain sekali ia berbunyi berbarengan dengan agung ihutan dan sekali lagi berbarengan dengan agung oloan.

Oleh karena musik dari gondang sabangunan ini pada umumnya dimainkan dalam tempo yang cepat, maka para penari maupun pendengar hanya berpegang pada bunyi agung oloan dan ihutan saja. Berdasarkan hal ini, maka ogling oloan yang berbunyi lebih rendah itu berarti “pemimpin” atau “Yang harus di turuti” , sedang ogling ihutan yang berbunyi lebih tinggi, itu “Yang menjawab” atau “Yang menuruti”. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan dan fungsi yang berlangsung antara ogling dan ihutan dianggap oleh orang Batak Toba sebagai suatu permainan “tanya jawab”

5. Ogung Ihutan atau Ogung pangalusi (Yang menjawab atau yang menuruti).

6. Ogung panggora atau Ogung Panonggahi (Yang berseru atau yang membuat orang terkejut).

7. Ogung Doal (Tidak mempunyai arti tertentu)

8. Hesek
Hesek ini berfungsi menuntun instrumen lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrumen akan terasa kurang lengkap. Walaupun alat dan suaranya sederhana saja, namun peranannya penting dan menentukan.

D. Susunan Gondang Sabangunan
Menurut falasafah hidup orang Batak Toba, “bilangan” mempunyai makna dan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan aktivitas adat. “Bilangan genap” dianggap bilangan sial, karena membawa kematian atau berakhir pada kematian. Ini terlihat dari anggota tubuh dan binatang yang selalu genap. menurut Sutan Muda Pakpahan, hal itu semuanya berakhir pada kematian, dukacita dan penderitaan (Nainggolan, 1979).
Maka di dalam segala aspek kehidupan diusahakan selalu “bilangan ganjil” yang disebut bilangan na pisik yang dianggap membawa berkat dan kehidupan.

Dengan kata lain “bilangan genap” adalah lambang segala ciptaan didunia ini yang dapat dilihat dan hakekatnya akan berlalu, sedang “bilangan ganjil” adalah lambang kehidupan dan Pencipta yang tiada terlihat yang hakekatnya kekal. Itulah sebabnya susunan acara gondang sabangunan selalu dalam bilangan
ganjil. Nama tiap acara, disebut “gondang” yang dapat diartikan jenis lagu untuk nomor sesuatu acara. Susunan nomor acara juga harus menunjukkan pada bilangan ganjil seperti Satu, tiga, atau lima dan sebanyak-banyaknya tujuh nomor acara. Sedangkan jumlah acara juga boleh menggunakan acara bilangan genap, misalnya :
dua nomor acara, empat atau enam.

Selanjutnya susunan acara itu hendaknya memenuhi tiga bagian, yang merupakan bentuk upacara secara umum, yaitu pendahuluan yang disebut gondang mula-mula, pemberkatan yang disebut gondang pasu-pasu, dan penutup yang disebut gondang hasatan. Ketiga bagian gondang inilah yang disebut si pitu Gondang (Si Tujuh Gondang). Walaupun dapat dilakukan satu, tiga, lima, dan sebanyakbanyaknya tujuh nomor acara atau jenis gondang yang diminta. “Gondang mulamula i ma tardok patujulona na marpardomuan tu par Tuhanon, tu sabala ni angka Raja dohot situan na torop”. Artinya Gondang mula-mula merupakan pendahuluan atau pembukaan yang berhubungan dengan Ketuhanan, kuasa roh raja-raja dan khalayak ramai.

Bentuk upacara yang termasuk gondang mula-mula antara lain:
1. Gondang alu-alu, untuk mengadukan segala keluhan kepada yang tiada terlihat yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta, biasanya dilakukan tanpa tarian.
2. Gondang Samba-Samba, sebagai persembahan kepada Yang Maha Pencipta. Semua penari berputar di tempat masing-masing dengan kedua tanganbersikap menyembah.

Yang termasuk gondang pasu-pasuan :
1. Gondang Sampur Marmere, menggambarkan permohonan agar dianugrahi dengan keturunan banyak.
2. Gondang Marorot, menggambarkan permohonan kelahiran anak yang dapat diasuh.
3. Gondang Saudara, menggambarkan permohonan tegaknya keadilan dan kemakmuran.
4. Gondang Sibane-bane, menggambarkan permohonan adanya kedamaian dan kesejahteraan.
5. Gondang Simonang-monang, menggambarkan permohonan agar selalu memperoleh kemenangan.
6. Gondang Didang-didang, menggambarkan permohonan datangnya sukacita yang selalu didambakan manusia.
7. Gondang Malim, menggambarkan kesalehan dan kemuliaan seorang imam yang tidak mau ternoda.
8. Gondang Mulajadi, menggambarkan penyampaian segala permohonan kepada Yang Maha pencipta sumber segala anugerah.

Angerah pasu-pasuan i ma tardok gondang sinta-sinta pangidoan hombar tusintuhu ni na ginondangkan dohot barita ngolu. Artinya gondang pasu-pasuanmerupakan penggambaran cita-cita dan pernohonan sesuai dengan acara pokok dan kisah hidup.

Sedangkan yang termasuk gondang penutup (gondang hasatan):
Gondang Sitio-tio, menggambarkan kecerahan hidup masa depan sebagai jawabanterhadap upacara adat yang telah dilaksanakan.
Gondang Hasatan, menggambarkan penghargaan yang pasti tentang segala yang dipinta akan diperoleh dalam waktu yang tidak lama.
Gondang hasatan i ma pas ni roha na ingkon sabat saut sude na pinarsinta.
Artinya : Gondang hasatan ialah : suatu keyakinan yang pasti bahwa semua cita-cita akan tercapai. Lagu-lagu untuk ini biasanya pendek-pendek saja. Dari ketiga bagian gondang tersebut di atas, maka para peminta gondang menentukan beberapa nomor acara gondang dan nama gondang yang akan ditarikan. Masing- masing gondang ditarikan satu nilai satu kali saja. Contohnya:

Sebagai pendahuluan : Gondang Alu-alu (tidak ditarikan).
I. Gondang Mula-mula (1x). Biasanya gondang ini disatukan dengan Gondang
Samba-samba. Di Gondang Mula-mula = menari dengan tidak membuka tangan dan hanya
sebentar.
Di Gondang Samba-mamba = menari sambil membuka tangan
II. Gondang Pasu-pasuan (3x) atau (5x).
III. Gondang Sahatan (1x) atau (2x).

Yang umum dilaksanakan terdiri dari tujuh nomor acara (Si pitu Gondang)
dengan susunan :
1. Gondang Mula-mula : 1x = Gondang Mula-mula.
2. Gondang Samba-samba : 1x = Idem
3. Gondang Sampur Marmere : 1x = Gondang Pasu-pasuan
4. Gondang Marorot : 1x = Idem
5. Gondang Saudara : 1x = Idem
6. Gondang sitio-tio : 1x = Idem
7. Gondang Hasatan : 1x = Idem
————————————————————————————–
Jumlah : 7x (2 G. Mula-mula + 3 G. Pasu-pasuan+ 2 G Hasahatan)
Jika diadakan dalam lima nomor acara (Silima Gondang), susunannya adalah sebagai berikut :
Gondang Mula-mula
dengan Samba-samba : 1x Gondang Mula-mula.
Gondang Sibane-bane : 1x Gondang Pasu-pasuan
Gondang Simonang-monang : 1x Idem
Gondang Didang-didang : 1x Idem
Gondang Hasatan sitio-tio : 1x Gondang Hasahatan
————————————————————————————–
Jumlah : 5x (1. G Mula-mula + 3 G Pasu-pasuan + 1 G Hasatan).

Sedangkan dalam tlga nomor acara (Sitolu Gondang), susunannya ialah :
Gondang Mula-mula dengan Samba-samba : 1x = Gondang Mula-mula
Gondang Sibane-bane disatukan dengan Gondang Simonang-monang : 1x =
Gondang Pasu-pasuan
Gondang Hasahatan sitio-tio : 1x = Gondang Hasahatan
———————————————————————————————–
Jumlah : 3x (1 G Mula-mula + 1 G Pasu-pasuan + 1 G = Hasahatan).

Jika hanya nomor acara (Sisada Gondang) , maka di dalamnya sekaligus
dimainkan Gondang Mula-mula, Gondang Pasu-pasuan, Gondang Hasahatan.

E. syarat-Syarat pemain Gondang Sabangunan
Para pemain instrumen-instrumen yang tergabung dalam komunitas gondang,disebut pargonsi. Biasanya, sebagian besar warga masyarakat Batak Toba tertarik mendengar alunan suara yang dikeluarkan oleh gondang sabangunan tersebut, tetapi tidak semuanya mampu memainkan alat-alat tersebut apalagi mencapai tahap pargonsi. Hal ini disebabkan karena adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat menjadi seorang pargonsi. Syarat-syarat tersebut seperti yang dikemukakan seorang ahlinya, antara lain:
1. Harus mendapat sahala dari Mulajadi Na Bolon (Sang Pencipta).
Sahala ini merupakan berkat kepintaran khusus dalam memainkan alat musik yang diberikan kepada seseorang sejak dalam kandungan. Dengan kata lain orang tersebut sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang pargonsi sebagai permintaan Mula Jadi Na Bolon.
2. Melalui proses belajar
Seseorang dapat menjadi pargonsi, dengan adanya berkat khusus yang diberikan Mulajadi Na Bolon sekaligus dipadukan dengan proses belajar. Sehingga itu seseorang memiliki ketrampilan khusus untuk dapat menjadi pargonsi. Walaupun melalui proses belajar, tetapi jika tidak diberikan sahala kepada orang tersebut, maka ia tidak berarti apa-apa atau tidak menjadi pargonsi yang pandai.
3. Mempunyai pengetahuan mengenai ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan dalam adat)
Maksudnya mengetahui struktur masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan Na Tolu dan penerapannya dalam masyarakat.
4. Umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki,
Dengan alasan : Laki-laki merupakan basil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi Na Bolon. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah untuk memainkan gondang sabangunan dalam suatu upacara adat.
5. Seseorang yang menjadi pargonsi harus sudah dewasa tetapi bukan berarti harus sudah menikah.

F. Pemain Musik Gondang Sabangunan
Seperti yang telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, bahwa keseluruhan pemain yang menggunakan instrumen- instrumen dalam gondang sabangunan disebut pargonsi. Dahulu, istilah pargonsi ini hanya diberikan kepada pemain taganing saja, sedangkan kepada pemain instrumen lainnya hanya diberikan nama
sesuai dengan nama instrumen yang dimainkannya, yaitu pemain ogling (parogung), pemain hesek dan pemain sarune (parsarune).

Dalam konteks sosial, pargonsi ini mendapat perlakuan yang khusus. Hal inididukung oleh adanya prinsip stratifikasi yang berhubungan dengan kedudukan pargonsi berdasarkan pangkat dan jabatan. Sikap khusus yang diberikan masyarakat kepada pargonsi itu disebabkan karena seorang pargonsi selain memiliki ketrampilan teknis, mendapat sabala dari Mulajadi Na Bolon, juga mempunyai pengetahuan tentang ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan adat/sendi-sendi peradaban). Sehingga untuk itu, pargonsi mendapat
sebutan Batara Guru Hundul ( artinya : Dewa Batara Guru yang duduk) untuk pemain taganing dan Batara Guru Manguntar untuk pemain sarune. Mereka berdua dianggap sejajar dengan Dewa dan mendapat perlakuan istimewa, baik dari pihak yang mengundang pargonsi maupun dari pihak yang terlibat dalam upacara tersebut. Dengan perantaraan merekalah, melalui suara gondang (keseluruhan instrumen), dapat disampaikan segala permohonan dan puji-pujian kepada Mulajadi Na Bolon (Yang Maha Esa) dan dewa-dewa bawahannya yang mempunyai hak otonomi

Posisi pargonsi tampak pada saat hendak diadakannya horja (upacara pesta) yang menyertakan gondang sabangunan untuk mengiringi jalannya upacara. Pihak yang berkepentingan dalam upacara akan mengundang pargonsi dan menemui mereka dengan permohonan penuh hormat, yang disertai napuran tiar (sirih) diletakkan di atas piring.

Pada saat upacara berlangsung, pargonsi akan dilayani dengan hormat, seperti ketika suatu kelompok orang yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu ingin menari, maka mereka akan meminta gondang kepada pargonsi dengan menyerukan sebutan yang menyanjung dan terhormat, yaitu : “Ale Amang panggual pargonsi, Batara Guru Humundul, Batar Guru Manguntar, Na sinungkun botari na ni alapan arian, Parindahan na suksuk, parlompaan na tabo, Paraluaon na tingkos, paratarias na malo”.
Artinya
“Yang terhormat para pemain musik, Batara Guru Humundul, Batara Guru Manguntar. Yang ditanya sore hari dan dijemput sore hari penikmat nasi yang empuk, penikmat lauk yang lezat. Penyampai pesan yang jujur, pemikir yang cerdas. Untaian kalimat di atas menunjukkan makna dari suatu sikap yang menganggap bahwa pargonsi itu setaraf dengan Dewa. Mereka harus selalu disuguhi dengan makanan yang empuk dan lezat, harus dijemput dan diantar kembali bila pergi ke suatu tempat dan mereka itu dianggap mempunyai fikiran yang jujur dan cerdas sehingga dapat menjadi perantara untuk menghubungkan dengan Mulajadi
Nabolon.

Akan tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, penghargaan kepada pargonsi sudah berubah. Hal ini disebabkan kehadiran musik (suatu sebutan dari masyarakat Batak Toba untuk kelompok brass band) yang menggantikan kedudukan gondang sabangunan sebagai pengiring upacara. Apabila pihak yang terlibat dalam upacara meminta sebuah repertoar, mereka akan menyebut pargonsi kepada dirigen atau pimpinan kelompok musik tersebut. Walaupun kedudukan kelompok musik sama dengan gondang sabangunan dengan menyebut “pargonsi” kepada pemain musik, namun musisi tersebut tidak dapat dianggap sebagai Batara Guru Humundul ataupun Batara Guru Manguntar.

Sikap hormat yang diberikan masyarakat kepada pargonsi bukanlah suatu sikap yang permanen (tetap), tetapi hanya dalam konteks upacara. Di luar konteks upacara, sebutan dan sikap hormat tersebut akan hilang dan pargonsi akan mempunyai kedudukan seperti anggota masyarakat lainnya, ada yang hidup sebagai petani, pedagang, nelayan dan sebagainya.

Sejalan dengan uraian di atas, ada beberapa penulis Batak Toba yang menerangkan sebutan untuk masing-masing instrumen dalam gondang sabangunan. Seperti pasariboe (1938) menuliskan sebagai berikut : oloan bernama simaremare, pangalusi bernama situri-turi, panonggahi bernama situhur tolong, doal bernama sisunggul madam, taganing bernama silima hapusan, gordang bernama sialton sijarungjung dan odap bernama siambaroba. Penulis Batak Toba lainnya, pasaribu (1967) menuliskan taganing bernama pisoridandan, gordang bernama sialtong na begu, odap bernama siambaroba, oloan bernama si aek mual, pangalusi bernama sitapi sindar mataniari, panggora bernama situhur, doal bernama diri mengambat
dan hesek bernama sigaruan nalomlom.

Nama-nama di atas nama yang diberikan oleh pemilik instrumen musik atau pimpinan komunitas musik yang sulit sekali dicari padanannya dalam bahasa Indonesia dan bukan menunjukkan gambaran mengenai superioritas instrumen tersebut. Nama-nama tersebut biasa saja berbeda pada tiap-tiap daerah. Khusus
untuk instrumen sarune tidak ditemukan adanya sebutan terhadap instrumen itu.

TAHAP-TAHAP UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA
Upacara kematian pada masyarakat Batak Toba merupakan pengakuan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan di dunia ini. Adapun maksud dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara kematian itu tentunya berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan .

Saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu baik darianak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap/sempurna dalam kekerabatan, telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal itu adalah sempurna dalam kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan sempurna. Lain halnya dengan orang yang meninggal sari matua. Kalaupun suhut membuat acara adat sempurna
sesuai dengan Adat Dalihan Na Tolu, hal seperti itu belum tentu dilakukan karena masih ada dari keturunannya belum sempurna dalam hal kekerabatan. Dalam melaksanakan sesuatu upacara harus melalui fase-fase (tahapan-tahapan) yang harus dilalui oleh setiap yang melaksanakannya.

Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui adalah sebagai berikut:
1. Acara Sebelum Upacara di Mulai
Dalam kehidupan ini, setiap manusia dalam suatu kebudayaan selalu berkeinginan dan berharap dapat menikmati isi dunia ini dalam jangka waktu yang lama. Tetapi usaha untuk mencapai keinginan tersebut adalah di luar jangkauan manusia,karena keterbatasan, kemampuan dan akal pikiran yang dimiliki oleh manusia. Selain itu, setiap manusia juga sudah mempunyai jalan kehidupannya masing-masing yang telah ditentukan batas akhir kehidupannya. Batas akhir kehidupan manusia ini (mati) dapat terjadi dikarenakan berbagai hal,misalnya karena penyakit yang diderita dan tidak dapat disembuhkan lagi kecelakaan dan
sebab-sebab lain yang tidak dapat diketahui secara pasti, maupun disebabkan penyakit.

Pada masyarakat Batak Toba, bila ada orangtua yang menderita penyakit yang sulit untuk disembuhkan, maka pada keturunanya beserta sanak famili biasanya melakukan acara adat khusus baginya, yang disebut dengan Manulangi (memberi makan). Sebelum diadakan acara manulangi ini, maka pada keturunannya
beserta sanak famili lebih dahulu harus mengadakan musyawarah untuk menentukan berbagai persyaratan, seperti menentukan hari pelaksanaan adat panulangion itu, jenis ternak yang akan dipotong, dan jumlahnya serta biaya yang diperlukan untuk mempersiapkan makanan tersebut. Sesuai dengan hari yang sudah ditentukan, berkumpullah semua keturunan dan sanak famili di rumah orangtua tersebut dan dipotonglah seekor ternak babi untuk kemudian dimasak lagi dengan baik sebagai makanan yang akan disuguhkan untuk dimakan bersama-sama. Pada waktu itu juga turut diundang hula-hula dari suhut, dongan tubu, dan natua-tua ni huta (orang yang dituakan di kampung tersebut).

Kemudian acara panulangion dimulai dengan sepiring makanan yang terdiri dari sepiring nasi dan lauk yang sudah dipersiapkan, diberikan kepada orangtua tersebut oleh anak sulugnya. Pada waktu Eanulangi, si anak tersebut menyatakan kepada orangtuanya bahwa mereka sebenarnya khawatir melihat penyakitnya. Maka
sebelum tiba waktunya, ia berharap agar orangtuanya dapat merestui semua keturunananya hingga beroleh umur yang panjang, murah rezeki dan tercapai kesatuan yang lebih mantap. Ia juga mendoakan agar orangtuanya dapat lekas sembuh. Setelah anaknya yang sulung selesai memberikan makan, maka dilanjutkan oleh adik-adiknya sampai kepada yang bungsu beserta cucu-cucunya. Sambil disuguhi makanan, semua keturunannya direstui dan diberi nasehat-nasehat. Pada waktu itu ada juga orangtua yang membagi harta warisannya walaupun belum resmi berlaku.

Setelah selesai memberi makan, maka selanjutnya keturunan dari orangtua itu harus manulangi hula-hulanya dengan makanan agar hula-hulanya juga memberkati mereka. Acara kemudian dilanjutkan dengan makan bersama-sama. Sambil makan, salah seorang dari pihak boru (suhut) memotong haliang (leher babi) dan dibagi-bagikan kepada hadirin. Setelah selesai makan, diadakanlah pembagian”jambar (suku-suku daging). Gaor bontar (kepala baglan atas sebelah kiri untuk boru (anak perempuan), Osang (mulut bagian bawah) untuk hula-hula, Hasatan (ekor) untuk keluarga suhut, soit (perut bagian tengah) untuk dongan sabutuha (teman semarga) dan jambar (potongan daging-daging) untuk semua yang hadir). Setelah pembagian jambar maka mulailah kata-kata sambutan yang pertama oleh anak Sulung dari orangtua ini dilanjutkan dari pihak boru, dongan sabutuha, dongan sahuta, dan terakhir dari hula-hula.

Setelah selesai kata mangampui, maka acarapun selesai dan diadakanlah doa penutup. Setelah acara panulangion itu selesai, maka pada hari berikutnya pihak hula-hula pergi menjenguk orangtua tadi dengan membawa dengke (ikan) dan sehelai ulos (kain adat batak) yang disebut ulos mangalohon ulos naganjang
(memberikan kain adat). Ketika hula-hula menyampaikan makanan itu kepada orangtua yang sakit, disitulah merka memberikan ulos naganjang kepada orangtua itu dengan meletakkannya di atas pundak (bahu) orangtua tersebut. Tujuan dari pemberian ulos dan makanan ini adalah supaya orangtua tersebut cepat sembuh, berumur panjang dan dapat membimbing semua keturunannya hingga selamat dan sejahtera di hari-hari mendatang.

Setelah pemberian ikan dan ulos itu maka pihak boru brdoa dan menyuguhkan daging lengkap dengan suku-sukunya kepada pihak hula-hula. Pada waktu yang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa, akhirnya orangtua yang gaur matua itu meninggal dunia, maka semua keluarga menangis dan ada yang meratap sebagai pertanda bahwa sudah tiba waktunya bagi mereka untuk berpisah. Sesudah mayat tersebut dibersihkan maka dikenakan pakaian yang rapi dan

diselimuti dengan kain batak (ulos). selanjutnya dibaringkan di ruang tengah yang kakinya mengarah ke jabu (bona rumah suhut). Pada saat yang bersamaan, pihak laki-laki baik dari keturunan orangtua yang meninggal maupun sanak saudara berkumpul di rumah duka dan membicarakan bagaimana upacara yang akan dilaksanakan kepada orangtua yang sudah saur matua itu. Dari musyawarah keluarga akan diperoleh hasil-hasil dari setiap hal yang dibicarakan. Hasil-hasil ini dicatat oleh para suhut untuk kemudian untuk dipersiapkan ke musyawarah umum. penentuan hari untuk musyawarah umum ini juga sudah ditentukan. Dan mulailah dihubungi pihak famili dan mengundang pihak hula-hula, boru, dongan tubu. raja adat, parsuhuton supaya hadir dalam musyawarah umum (Mangarapot). Sesudah acara mangarapot selesai, maka diadakanlah pembagian tugas bagi pihak hasuhuton. Beberapa orang dari pihak hasuhuton pergi mengundang (Manggokkon hula-hula, boru, dongan sabutuha (yang terdiri dari ternan semarga, teman sahuta, teman satu kampung) serta sanak saudara yang ada di rantau. Pihak suhut lainnya ada yang memesan peti mayat, membeli dan mempersiapkan beberapa ekor ternak (kerbau atau babi atau yang lainnya) sebagai makanan pesta atau untuk borotan.

Mereka yang bekerja pada saat upacara adalah pihak boru yang disebut Parhobas. Dan sebagian dari pihak suhut mempersiapkan pakaian adat untuk keturunan orangtua yang meninggal saur matua itu, yaitu semua anak laki-lakinya, cucu lakilaki dari yang pertama (sulung) dan cucu laki-laki dari anaknya perempuan.Pakaian
adat ini terdiri dari ulos yang diselempangkan di atas bahu dan topi adat yang dipakai di atas kepala. Pihak boru lainnya pergi mengundang pargonsi dengan memberikan napuran tiar (sirih) yang diletakkan di atas sebuah piring beserta dengan uang honor dari pargonsi selama mereka memainkan gondang sabangunan
dalam upacara saur matua. pemberian napuran tiar ini menunjukkan sikap hormat kepada pargonsi agar pargonsi bersedia menerima undangan tersebut dan tidak menerima undangan lain pada waktu yang bersamaan.

2. Acara Pelaksanaan Upacara Kematian Saur Matua
Setelah keperluan upacara selesai dipersiapkan barulah upacara kematian gaur matua ini dapat dimulai. Pelaksanaan upacara kematian saur matua ini terbagi atas dua bagian yaitu :
1. Upacara di jabu (di dalam rumah) termasuk di dalamnya upacara di jabu menuju maralaman (upacara di rumah menuju ke halaman ).
2. Upacara maralaman (di halaman) Kedua bentuk upacara inilah yang dilaksanakan oleh masyarakat Batak Toba sebelum mengantarkan jenazah ke liang kubur.

1. Upacara di jabu (di dalam rumah)
Pada saat upacara di jabu akan dimulai, mayat dari orangtua yang meninggal dibaringkan di jabu bona (ruang tamu). Letaknya berhadapan dengan kamar orangtua yang meninggal ataupun kamar anak-anaknya dan diselimuti dengan ulos sibolang. Suami atau isteri yang ditinggalkan duduk , di sebelah kanan tepat di samping muka yang meninggal. Kemudian diikuti oleh anak laki-laki mulai dari anak yang paling besar sampai anak yang paling kecil. Anak perempuan dari orangtua yang meninggal, duduk di sebelah kiri
dari peti mayat. Sedangkan cucu dan cicitnya ada yang duduk di belakang atau di depan orangtua meeka masing-masing. Dan semua unsur dari dalihan natolu sudah hadir di rumah duka dengan mengenakan ulos.

Upacara di jabu ini biasanya di buka pada pagi hari (sekitar jam 10.00 Wib) oleh pengurus gereja. Kemudian masing-masing unsur dalihan natolu mengadakan acara penyampaian kata-kata penghiburan kepada suhut. Ketika acara penyampaian kata-kata penghiburan oleh unsur-unsur dalihan natolu sedang berlangsung, diantara keturunan orangtua yang meninggal masih ada yang menangis.
Pada saat yang bersamaan, datanglah pargonsi sesuai dengan undangan yang disampaikan pihak suhut kepada mereka. Tempat untuk pargonsi sudah dipersiapkan lebih dahulu yaitu di bagian atas rumah
(bonggar). Kemudian pargonsi disambut oleh suhut dan dipersilahkan duduk di jabu soding (sebelah kiri ruang rumah yang beralaskan tikar. Lalu suhut menjamu makan para pargonsi dengan memberikan sepiring makanan yang berisi ikan (dengke) Batak, sagu-sagu, nasi, rudang, merata atau beras yang ditumbuk dan disertai dengan napuran tiar (sirih).

Setelah acara makan bersama para pargonsi pun mengambil tempat mereka yang ada di atas rumah dan mempersiapkan instrumen-instrumen mereka masing-masing. Umumnya semua pemain duduk menghadap kepada yang meninggal. Kegiatan margondang di dalam rumah biasanya dilakukan pada malam hari, sedangkan pada siang hari harinya dipergunakan pargonsi untuk istirahat. Dan pada malam hari tiba, pargonsi pun sudah bersiap-siap untuk memainkan gondang sabangunan. Kemudian pargonsi memainkan gondang Lae-lae atau gondang elek-elek, yaitu gondang yang memeberitahukan danmengundang masyarakat sekitarnya supaya hadir di rumah duka untuk turut menari bersama-sama.

Gondang ini juga dijadikan sebagai pengumuman kepada masyarakat bahwa ada orang tua yang meninggal saur matua. Dan pada saat gondang tersebut berbunyi, pihak suhut juga bersiap-siap mengenakan ulos dan topi adat karena sebentar lagi kegiatan margondang saur matua akan dimulai. Kemudian diaturlah posisi masing-masing unsur Dalihan Natolu. Pihak suhut berdiri di sebelah kanan yang meninggal, boru
disebelah kiri yang meninggal dan hula-hula berdiri di depan yang meninggal. Jika masih ada suami atau isteri yang meninggal maka mereka berdiri di sebelah kanan yang meninggal bersama dengan suhut hanya tapi mereka paling depan.

Kemudian kegiatan margondang dibuka oleh pengurus gereja (pangulani huria). Semua unsur Dalihan Natolu berdiri di tempatnya masingmasing. pengurus gereja berkata kepada pangonsi agar dimainkan gondang mula-mula. Gondang ini dibunyikan untuk menggambarkan bahwa segala yang ada di dunia ini ada mulanya, baik itu manusia, kekayaan dan kehormatan.

2. Gondang ke dua yaitu gondang yang indah dan baik (tanpa ada menyebutkan nama gondangnya). Setelah gondang berbunyi, maka semua menari.

3. Gondang Liat-liat, para pengurus gereja menari mengelilingi mayat memberkati semua suhut dengan meletakkan tangan yang memegang ulos ke atas kepala suhut dan suhut membalasnya dengan meletakkan tangannya di wajah pengurus gereja.

4. Gondang Simba-simba maksudnya agar kita patut menghormati gereja. Dan pihak suhut menari mendatangi pengurus gereja satu persatu dan minta berkat dari mereka dengan rneletakkan ulos ke bahu rnasing-masing pengurus gereja. Sedangkan pengurus gereja menaruh tangan mereka ke atas kepala suhut.

5. Gondang yang terakhir, hasututon meminta gondang hasahatan dan sitio-tio agar semua mendapat hidup sejahtera bahagia dan penuh rejeki dan setelah selesai ditarikan rnereka semuanya mengucapkan horas sebanyak tiga kali.

Kemudian masing-masing unsur dari Dalihan Natolu meminta gondang kepada pargonsi, mereka juga sering memberikan uang kepada pargonsi tetapi yang memberikan biasanya adalah pihak boru walaupun uang tersebut adalah dari pihak hula-hula atau dongan sabutuha. Maksud dari pemberian uang itu adalah sebagai penghormatan kepada pargonsi dan untuk memberi semangat kepada pargonsi dalam memainkan gondang sabangunan.

Jika upacara ini berlangsung beberapa malam, maka kegiatan-kegiatan pada malam-malam hari tersebut diisi dengan menotor semua unsur Dalihan Na Tolu. Keesokan harinya, apabila peti mayat yang telah dipesan sebelumnya oleh suhut sudah selesai, maka peti mayat dibawa rnasuk kedalam rumah dan mayat
dipersiapkan untuk dimasukkan ke dalam peti. Ketika itu hadirlah dongan sabutuha, hula-hula dan boru. Yang mengangkat mayat tersebut ke dalam peti biasanya adalah pihak hasuhutan yang dibantu dengan dongan sabutuha. Tapi dibeberapa daerah Batak Toba, yang memasukkan mayat ke dalam peti adalah dongan sabutuha saja.

Kemudian dengan hati-hati sekali mayat dimasukkan ke dalam peti dan diselimuti dengan ulos sibolang. posisi peti diletakkan sarna dengan posisi mayat sebelumnya. Maka aktivitas selanjutnya adalah pemberian ulos tujung, ulus sampe, ulus panggabei.

Yang pertama sekali memberikan ulos adalah hula-hula yaitu ulos tujung sejenis ulos sibolang kepada yang ditinggalkan (janda atau duda) disertai isak tangis baik dari pihak suhut maupun hula-hula sendiri. Pemberian ulos bermakna suatu pengakuan resmi dari kedudukan seorang yang telah menjadi janda atau duda dan berada dalam suatu keadaan duka yang terberat dalam hidup seseorang ditinggalkan oleh teman sehidup semati, sekaligus pernyataan turut berduka cita yang sedalamdalamnya dari pihak hula-hula. Dan ulos itu hanya diletakkan diatas bahu dan tidak diatas kepala. Ulos itu disebut ulos sampe atau ulos tali-tali. Dan pada waktu pemberian ulos sampe-sampe itu semua anak keturunan yang meninggal berdiri di
sebelah kanan dan golongan boru di sebelah kiri daeri peti mayat.

Setelah ulos tujung diberikan, kemudian tulang dari yang meninggal memberikan ulos saput (sejenis ulos ragihotang atau ragidup), yang diletakkan pada mayat dengan digerbangkan (diherbangkan) diatas badannya. Dan bona tulang atau bona ni ari memberikan ulos sapot tetapi tidak langsung diletakkan di atas badan yang meninggal tetapi digerbangkan diatas mayat peti saja. Maksud dari pemberian ulos
ini adalah menunjukkan hubungan yang baik dan akrab antara tulang dengan bere (kemenakannya).
Setelah hula-hula selesai memberikan ulos-ulos tersebut kepada suhut, maka sekarang giliran pihak suhut memberikan ulos atau yang lainnya sebagai pengganti dari ulos kepada semua pihak boru. pengganti dari ulos ini dapat diberikan sejumlah uang.

Kemudian aktivitas selanjutnya setelah pemberian ulos atau uang kepada boru adalah kegiatan margondang, dimulai dari pihak suhut, dongan sabutuha, boru dan ale-ale. Semuanya menari diiringi gondang sabungan dan mereka sesuka hati meminta jenis gondang yang akan ditarikan. Sesudah semua rombongan selesai menari, maka semua hadirin diundang untuk makan bersama. Sehari sebelumnya
peti mayat dibawa ke halaman rumah orangtua yang saur matua tersebut, diadakanlah adat pandungoi yang biasanya dilakukan rada sore hari.

Adat ini menunjukkan aktivitas memberi makan (sepiring nasi beserta lauknya) kepada orangtua yang saur matua dan kepada semua sanak famili. Setelah pembagian harta warisan selesai dilaksanakan,lalu semua unsur Dalihan na Tolu kembali menari. Mulai dari pihak suhut, hasuhutan yang menari kemudian dongan sabutuha, boru, hula-hula dan ale-ale. Acara ini berlangsung sampai selesai ( pagi hari ).

1. Upacara di jabu menuju maralaman
Keesokan harinya (tepat pada hari penguburan) semua suhut sudah bersiapsiap lengkap dengan pakaian adatnya untuk mengadakan upacara di jabu menuju maralaman. Setelah semuanya hadir di rumah duka, maka upacara ini dimulai, tepatnya pada waktu matahari akan naik (sekitar pukul 10.00 Wib). Anak laki-laki
berdiri di sebelah kanan peti mayat, anak perempuan (pihak boru) berdiri di sebelah kiri, hula-hula bersama pengurus gereja berdiri di depan peti mayat dan dongan sabutuha berdiri di belakang boru. Kemudian acara dipimpin oleh pengurus gereja mengenakan pakaian resmi (jubah).

Setelah acara gereja selesai maka pengurus gereja menyuruh pihak boru untuk mengangkat peti mayat ke halaman rumah sambil diiringi dengan nyanyian gereja yang dinyanyikan oleh hadirin. Lalu peti mayat ditutup (tetapi belum dipaku) dan diangkat secara hati-hati dan perlahan-lahan oleh pihak boru dibantu oleh hasuhuton juga dongan sabutuha ke halaman. peti mayat tersebut masih tetap ditutup dengan ulos sibolang. Lalu peti mayat itu diletakkan di halaman rumah sebelah kanan dan di depannya diletakkan palang salib kristen yang bertuliskan nama orangtua yang meninggal. Sesampainya di halaman, peti mayat ditutup dan diletakkan di atas kayu sebagai penyanggahnya. Semua unsur dalihan Na Tolu yang ada di dalam rumah kemudian berkumpul di halaman rumah untuk mengikuti acara selanjutnya.

2. Upacara Maralaman (di halaman rumah)
Upacara maralaman adalah upacara teakhir sebelum penguburan mayat yang gaur matua. Di dalam adat Batak Toba, kalau seseorang yang gaur matua meninggal maka harus diberangkatkan dari antaran bidang (halaman) ke kuburan (disebut Partuatna). Maka dalam upacara maralaman akan dilaksanakan adat partuatna. Pada upacara ini posisi dari semua unsur dalihan Na Tolu berbeda dengan posisi mereka ketika mengikuti upacara di dalam ruah. pihak suhut berbaris mulai dari kanan ke kiri (yang paling besar ke yang bungsu), dan di belakang mereka berdiri parumaen (menantu perempuan dari yang meninggal) posisi dari suhut berdiri tepat di hadapan rumah duka. Anak perempuan dari yang meninggal beserta dengan pihak boru lainnya berdiri membelakangi rumah duka kemudian hula-hula berdiri di samping kanan rumah duka.

Semuanya mengenakan ulos yang disandang di atas bahu. Ke semua posisi ini mengelilingi kayu borotan yang ada di tengahtengah halaman rumah. Sedangkan peti mayat diletakkan di sebelah kanan rumah
duka dan agak jauh dari tiang kayu borotan Posisi pemain gondang sabangunan pun sudah berbeda dengan posisi mereka ketika di dalam rumah. Pada upacara ini, posisi mereka sudah menghadap ke halaman rumah (sebelumnya di bonggar rumah, tetapi pada upacara maralaman mereka berada di bilik bonggar sebelah kanan). Kemudian pargonsi pun bersiap-siap dengan instrumennya masing-masing.

Setelah semua unsur Dalihan Na Tolu dan pargonsi berada pada tempatnya, lalu pengurus gereja membuka kembali upacara di halaman ini dengan bernyanyi lebih dahulu, lalu pembacaan firman Tuhan, bernyanyi lagi, kata sambutan dan penghiburan dari pengurus gereja, koor dari ibu-ibu gereja dan terakhir doa penutup.
Kemudian rombongan dari pengurus gereja mengawali kegiatan margondang. Pertama sekali mereka meminta kepada pargonsi supaya memainkan sitolu Gondang (tanpa menyebut nama gondangnya) , yaitu gondang yang dipersembahkan kepada Debata (Tuhan) agar kiranya Yang Maha Kuasa berkenan memberkati upacara ini dari awal hingga akhirnya dan memberkati semua suhut agar beroleh hidup yang
sejahtera di masa mendatang. Lalu pargonsi memainkan sitolu Gondang itu secara berturut-turut tanpa ada yang menari.

Setelah sitolu Gondang itu selesai dimainkan, pengurus gereja kemudian meminta kepada pargonsi yaitu gondang liat-liat. Maksud dari gondang ini adalah agar semua keturunan dari yang meninggal saur matua ini selamat-selamat dan sejahtera. Pada jenis gondang ini, rombongan gereja menari mengelilingi borotan (yang diikatkan kepadanya seekor kuda) sebanyak tiga kali, yang disambut oleh pihak boru dengan gerakan mundur. Gerak tari pada gondang ini ialah kedua tangan ditutup dan digerakkan menurut irama gondang. Setelah mengelilingi borotan, maka pihak pengurus gereja memberkati semua boru dan suhut.

Kemudian pengurus gereja meminta gondang Marolop-olopan. Maksud dari gondang ini agar pengurus gereja dengan pihak suhut saling bekerja sama. pada waktu menari pengurus gereja mendatangi suhut dan unsur Dalihan Natolu lainnya satu persatu dan memberkati mereka dengan meletakkan ulos di atas bahu atau saling memegang wajah, sedang suhut dan unsur Dalihan Na Tolu lainnya memegang wajah pengurus gereja. Setelah gondang ini selesai, maka pengurus gereja menutup kegiatan margondang mereka dengan meminta kepada pargonsi gondang Hasahatan tu sitiotio. Semua unsur : Dalihan Na Tolu menari di tempat dan kemudian mengucapkan ‘horas’ sebanyak 3 kali.

Kegiatan margondang selanjutnya diisi oleh pihak hasuhutan yang meminta gondang Mangaliat kepada pargonsi. Semua suhut berbaris menari mengelilingi kuda sebanyak 3 kali, yang disambut oleh pihak boru dengan gerakan mundur. Gerakan tangan sama seperti gerak yang dilakukan oleh pengurus gereja pada waktu mereka menari gondang Mangaliat. Setelah gondang ini selesai maka suhut mendatangi pihak boru dan memberkati mereka dengan memegang kepala boru atau meletakkan ulos di atas bahu boru.Sedangkan boru memegang wajah suhut.

Setelah hasuhutan selesai menari pada gondang Mangaliat, maka menarilah dongan sabutuha juga dengan gondang Mangaliat, dengan memberikan ‘beras si pir ni tondi’ kepada suhut. Kemudian mangaliatlah (mengelilingi borotan) pihak boru sambil memberikan beras atau uang. Lagi giliran pihak hula-hula untuk mangaliat. Pihak hula-hula selain memberikan beras atau liang, mereka juga memberikan ulos kepada semua keturunan orangtua yang meninggal (baik anak laki-laki dan anak perempuan). Ulos yang diberikan hula-hula kepada suhut itu merupakan ulos holong.

Biasanya setelah keturunan yang meninggal ini menerima ulos yang diberikan hulahula, lalu mereka mengelilingi sekali lagi borotan. Kemudian pihak ale-ale yang mangaliat, juga memberikan beras atau uang. Dan kegiatan gondang ini diakhiri dengan pihak parhobas dan naposobulung yang menari. Pada akhir dari setiap kelompok yang menari selalu dimintakan gondang Hasahatan atau sitio-tio dan
mengucapkan ‘horas’ sebanyak 3 kali.

Pada saat setiap kelompok Dalihan Na Tolu menari, ada juga yang mengadakan pembagian jambar, dengan memberikan sepotong daging yang diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan kepada siapa yang berkepentingan. Sementara diadakan pembagian jambar, kegiatan margondang terus berlanjut. Setelah semuanya selesai menari, maka acara diserahkan kepada pengurus gereja, karena merekalah yang akan menurup upacara ini. Lalu semua unsur Dalihan Na Tolu mengelilingi peti mayat yang tertutup. Di mulai acara gereja dengan bernyanyi, berdoa, penyampaian firman Tuhan, bernyanyi, kata sambutan dari pengurus gereja, bernyanyi dan doa penutup. Kemudian peti mayat dipakukan dan siap untuk dibawa ke tempat penguburannya yang terakhir yang telah dipersiapkan sebelumnya peti mayat diangkat oleh hasuhutan dibantu dengan boru dan dong an sahuta, sambil diiringi nyanyian gereja yang dinyanyikan oleh hadirin sampai ke tempat pemakamannya. Acara pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pengurus gereja. Setelah selesai acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar ke rumah duka.

3. Acara Sesudah Upacara Kematian.
Sesampainya pihak suhut , hasuhutan, boru, dongan sabutuha, hula-hula di rumah duka, maka acara selanjutnya adalah makan bersama. Pada saat itulah kuda yang diborotkan tadi sudah dapat dilepaskan dan ternak (babi) yang khusus untuk makanan pesta atau upacara yang dibagikan kepada semua yang hadir. Pembagian jambar ini dipimpin langsung oleh pengetua adat. Tetapi terdapat berbagai variasi pada beberapa tempat yang ada pada masyarakat batak toba. Salah satu uraian yang diberikan dalam pembagian jambar ini adalah sebagai berikut:
Kepala untuk tulang
Telur untuk pangoli
Somba-somba untuk bona tulang
satu tulang paha belakang untuk bona ni ari
Satu tulang belakang lainnya untuk parbonaan
Leher dan sekerat daging untuk boru

Setelah pembagian jambar ini selesai dilaksanakan maka kepada setiap hulahula yang memberikan ulos karena meninggal saur matua orang tua ini, akan diberikan piso yang disebut “pasahatkhon piso-piso”, yaitu menyerahkan sejumlah uang kepada hula-hula, jumlahnya menurut kedudukan masing-masing dan
keadaan.

Bilamana seorang ibu yang meninggal saur matua maka diadakan mangungkap hombung (buha hombung), yang dilakukan oleh hula-hula dari ibu yang meninggal, biasanya dijalankan oleh amana posona (anak dari ito atau abang adik yang meninggal). Buha Hombung artinya membuka simpanan dari ibu yang meninggal. Hombung ialah suatu tempat tersembunyi dalam rumah, dimana seorang ibu biasanya menyimpan harta keluarga ; pusaka, perhiasan, emas dan uang.

Harta kekayaan itu diminta oleh hula-hula sebagai kenang-kenangan, juga sebagai kesempatan terakhir untuk meminta sesuatu dari simpanan “borunya” setelah selesai mangungkap hombung, maka upacara ditutup oleh pengetua adat. Beberapa hari setelah selesai upacara kematian saur matua, hula-hula datang
untuk mangapuli (memberikan penghiburan) kepada keluarga dari orang yang meninggal saur matua dengan membawa makanan berupa ikan mas. Yang bekerja menyedikan keperluan acara adalah pihak boru.

Acara mangapuli dimulai dengan bernyanyi, berdoa, kata-kata penghiburan setelah itu dibalas (diapu) oleh suhut. Setelah acara ini selesai, maka selesailah pelaksanaan upacara kematian saur matua. Latar belakang dari pelaksanaan upacara kematian saur matua ini adalah karena faktor adat, yang harus dijalankan oleh para keturunan orang tua yang meninggal tersebut. Pelaksanaan upacara ini juga diwujudkan sebagai penghormatan kepada orang tua yang meninggal, dengan harapan agar orang tua tersebut dapat menghormati kelangsungan hidup dari para keturunannya yang sejahtera dan damai. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara manusia yang masih hidup dengan para kerabatnya yang sudah meninggal masih ada hubungan ini juga menentukan hidup manusia itu di dunia dan di akhirat.

Sebagai salah satu bentuk aktivitas adat , maka pelaksanaan upacara ini tidak terlepas dari kehadiran dari unsur-unsur Dalihan Natolu yang memainkan peranan berupa hak dan kewajiban mereka. Maka dalihan natolu inilah yang mengatur peranan tersebut sehingga prilaku setiap unsur khususnya dalam kegiatan adat maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak menyimpang dari adat yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

  • Irwansyah Hutasuhut. Analisis Komperatif Bentuk (penggarapan) dan Tehnik permainan dari Sebuah Gondang (Komposisi Lagu) yang: Disajikan oleh Tujuh partaganing. skripsi tidak Diterbitkan. Medan; Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi USU,1990.
  • A. Pasaribu. Analisis Musik Indonesia. Jakarta; pantja simpati, 1987.
  • N.H. Naingggolan. Musik Tradisional Batak Toba : Pembinaan dan Pengembangan. skripsi Tidak Diterbitkan. Medan; Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP, 1979.
  • J.C. Verqouwen. Masyarakat dengan Hukum Batak Toba. Jakarta; Pustaka Azet, 1986.
  • Payung Bangun. “Kebudayaan Batak II dalam Koenjaraningrat, (ed). Manusia dgn Kebudayaan di Indonesia. Jakarta; Djambatan, 1980.
  • Emma S.M. Pangabean. Fungsi Gondang Sabagunan Dalam Upacara Kematian Saur Matua Pada Masyarakat Batak Toba.Skripsi Tidak Diterbitkan. Medan; Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Jurusan Antropoloqi, 1991.
  • MT siregar. Ulos Dalam Tatacara Adat Batak. Medan; C.V. Napitupulu & Son.
  • DJ. Gultom Raja Marpodang. Dalihan Hatolu. Medan,1987.

Oleh : IRFAN, Jurusan Antropologi, Fakultas Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Sumber : (Irfan) Perpustakaan USU, Medan

2481 [SB] Tags : , , ,




Paham Harmoni Ketigaan dan Gondang Sabangunan

Tulisan ini pernah dimuat di Harian SIB Online pada tahun 2000 penulisnya adalah Amanta Norton G Manullang, dituliskan kembali pada blog Habinsaran semata-mata untuk bertujuan untuk menambah pehaman kita pada Paham Harmoni Ketigaan dan Gondang Sabagunan semoga berguna ,

Paham harmoni ketigaan yang penulis maksudkan ialah pemahaman masyarakat Batak Toba mengenai bilangan tiga. Bilangan tiga mengambil peranan sentral dalam pandangan hidup kebatakan, karena menyangkut keyakinan dan kepercayaan mereka. (Rudolf Pasaribu, 1988; 122; bdk. Basyral Hamidy Harahap dan Hotman M Siahaan, 1987 : 64-66). Paham harmoni ketigaan demikian juga terkait erat dengan penyajian musik tradisional Batak Toba, gondang sabangunan. Namun sebelum paham ketigaan dalam masyarakat Batak Toba dipaparkan, penulis akan lebih dahulu menguraikan pemahanan dan keyakinan masyarakat Batak Toba mengenai makna bilangan ganjil dan bilangan genap. Dalam hal ini bilangan ganjillah yang lebih disukai oleh orang Batak Toba, karena bilangan tersebut melambangkan kehidupan dan kerap diasosiasikan dengan hal-hal yang tidak kelihatan (na so niida). Maka tidaklah mengherankan bahwa bilangan ganjil mempengaruhi kehidupan harian dan budaya kebatakan.

Untuk mengerti bilangan ganjil sebagai bilangan yang paling disukai oleh masyarakat Batak Toba dalam hidup harian dan budayanya, bilangan genap juga mesti diketahui. Alasannya ialah masyarakat Batak Toba telah mengamati bahwa dalam diri semua makhluk hidup pada umumnya dan manusia dan hewan pada khususnya ditemukan bilangan genap. Manusia mempunyai dua tangan, dua telinga, dua mata, dua kaki, dua lobang hidung dan seterusnya. Hewan-hewan pun mempunyai organ-organ tubuh yang berjumlah genap. Lagi, semua makhluk hidup yang memakai bilangan genap tersebut hidupnya susah, sakit, menderita dan mati. Oleh karena itu, mereka menarik kesimpulan bahwa bilangan genap berarti selalu terasosiasi dengan penderitaan dan kematian. Maka, sedapat mungkin masyarakat Batak Toba dalam praktek hidup hariannya, atau dalam adat dan budayanya berusaha menghindari bilangan genap.

Namun demikian tidak semua jenis bilangan ganjil menjadi bilangan na marhadohoan (yang punya makna khusus) dalam hidup orang Batak Toba. Hanya bilangan-bilangan tertentu saja yang mempunyai makna simbolik dan sering dipakai. Bilangan-bilangan tersebut ialah bilangan tiga, lima, dan tujuh. Pemakaian bilangan ganjil ini tampak juga pada jumlah tangga rumah, jumlah warna, jumlah dunia (banua), aturan-aturan ni panortoran dan lain-lain.

Bilangan tiga mempunyai arti yang sangat khusus bagi orang Batak Toba. Itulah sebabnya bilangan ini mempengaruhi kehidupan dan cara berpikir masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat diamati dalam mite kosmologi, antropogoni, kosmogoni dan etika hidup Batak Toba. Paham ketigaan juga tampak dalam upacara gondang sabangunan, sistem kemasyarakat Dalihan Na Tolu dan Debata Na Tolu. Untuk memahami bilangan tiga dalam fenomena ketigaan tersebut konsep yang tidak boleh tidak harus ada ialah konsep totalitas dan representasi (Ph. L. Tobing, 1965; 20-22).

Fenomena Ketigaan Dalam Masyarakat Batak Toba

Bilangan tiga seperti telah dikatakan di atas mempunyai makna yang sangat penting dan khusus bagi masyarakat Batak Toba bahari. Implikasinya pun mempengaruhi kehidupan dan cara berpikir orang Batak Toba seperti keyakinan tentang Debata Na Tolu (Debata Batara Guru, Debata Balasori, Debata Mangalabulan), Banua Na Tolu (Banua Ginjang, Banua Tonga, dan Banua Toru) dan Dalihan Na Tolu (Hula-hula, Dongan Tubu dan Boru). Dalam paham kebangsaan, fenomena ketigaan juga ditemukan yakni Bangso Batak, Adat Batak (Patik dohot Uhum) dan Habatahon. Hal yang sama terdapat pada adat tarombo yang terdiri dari tiga bagian, yakni : Adat Pusaka Arta atau Barang, Adat Patik dan Adat Uhum. Simbol bendera Batak juga berwarna tiga yaitu : warna hitam di bagian depan, warna putih di sebelah kanan dan warna merah di sebelah kiri. Adat Batak Toba juga mengenal hadebataon (keilahian), hajolmaon (kemanusiaan) dan habatahon (kebatakan) (Raja Patik Tampubolon, 2002; 111-112).

Sedemikian melekatnya paham harmoni ketigaan dengan hidup orang Batak Toba hingga paham tersebut juga dikenakan pada eksistensi manusia. Agar manusia dapat hidup, dalam dirinya harus ada tiga unsur yakni hosa (nyawa), mudar (darah), dan sibuk (daging). Sementara untuk dapat bertahan hidup di bumi kepada manusia juga diberikan kekuatan oleh Mulajadi Na Bolon, yakni tondi (roh), saudara (kemuliaan) dan sahala (wibawa). Dengan demikian fenomena ketigaan merasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat Batak Toba, baik hidup sekular maupun hidup religiusnya.

Fenomena ketigaan di atas menurut pandangan orang Batak Toba mesti dipahami baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif (“isi” yang hendak dikomunikasikan kuantitas bilangan itu). Pemahaman semacam ini biasanya bersifat totalistis, bukan parsialistis. Pemahaman ini tampak dengan jelas melalui ungkapan “Sitolu sada ihot songon pat ni langgatan….Ndang boi hurang sian tolu, jala dang boi lobi sian tolu, ingkon pas do sitolu sada songon pat ni langgatan” (triade seikatan seperti kaki altar…tidak boleh kurang dari tiga, dan tidak boleh lebih dari tiga. Jumlahnya harus tiga seikat laksana kaki altar (Ibid). Sitolu sada ihot berarti bahwa yang satu tidak bisa terlepas dari yang lain. Meskipun ketiga tiang langgatan berbeda dan berdiri sendiri, namun ketiganya merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan. Hal ini terjadi karena cara berpikir orang-orang Batak Toba bahari-sama seperti bangsa-bangsa sederhana yang lain-bersifat sintetis, bukan analitis. Konsekuensi cara berpikir sintetis ialah bahwa segala hal; kosmos, komunitas, individu, dan lain-lain dialami sebagai totalitas. Eliminasi terhadap salah satu dari ketigaan berarti annihilasi ketiganya.

Oleh karena itu, adanya yang satu terjadi karena adanya yang lain, dan masing-masing mewujudkan diri ke dalam satu kesatuan yang utuh. Adaan yang satu mengandaikan adaan yang lain. Debata Batara Guru tidak dapat berdiri sendiri tanpa Debata Balasori dan Mangalabulan. Meskipun Hula-hula mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, tetapi kedudukan tersebut harus didukung oleh Dongan Tubu dan Boru. Demikian juga ketigaan yang lain. Totalitas ketiganya merupakan keseimbangan yang bersifat mutlak. Harmoni dan kesatuan dalam keterpisahan dan keberbedaan, entah itu dalam konteks mikrokosmos atau makrokosmos, tercapai apabila keseimbangan ketiga unsurnya terjamin. Artinya, sesuai dengan pandangan Ph L Tobing, keterpisahan dan keberbedaannya hanya dapat dipahami sejauh berkaitan dengan mentalitas sintetis yang tercermin di dalam keyakinan totalitas ketiga unsur yang berbeda.

Debata na tolu dan gondang sabangunan

Mulajadi Na Bolon ialah pencipta segala yang ada. Dia digelari sebagai “Allah yang tidak berawal, yang datang dari yang tak berawal, yang tidak berakhir”. Dialah awal dan yang menciptakan dan menjadikan langit dan tanah, air dan segala isinya. Menurut mite penciptaan, Dialah yang menciptakan alam semesta termasuk Debata Na Tolu dan manusia. Debata Na Tolu diciptakan oleh-Nya melalui Manukmanuk Hulambujati dari tiga butir telur raksasa. Ketiga makhluk itu dinamai oleh Mulajadi Na Bolon sebagai “manusia”, meskipun dalam diri mereka ada keilahian. Mereka bukanlah manusia biasa. Karena keilahian itu juga mereka disebut Debata Na Tolu yakni Debata Batara Guru, Debata Balasori dan Debata Mangalabulan.

Totalitas Debata Na Tolu ialah Debata Mulajadi Na Bolon. Pada-Nya harmoni Debata Na Tolu, penguasa Banua Na Tolu, mewujud. Dengan kata lain, Debata Na Tolu menjadi representasi Mulajadi Na Bolon di Banua Na Tolu. Totalitas tersebut tercermin dalam ungkapan Batak Toba; Debata Na Tolu, sitolu suhu sitolu harajaon (Ilah yang tiga, yang tiga jenis tiga kerajaan).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Debata Na Tolu merupakan penguasa yang menciptakan dan mengatur ketertiban makrokosmos (Banua Na tolu). Ketertiban itu termanifestasi secara nyata dalam diri manusia sebagai mikrokosmos (Dalihan Na Tolu). Oleh karena itu, memanggil dan memuja Debata Na Tolu dalam setiap upacara adat atau upacara religius-magis identik dengan memanggil dan memuja Debata Mulajadi Na Bolon itu sendiri.

Struktur umum penyajian gondang sabangunan terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama ialah apa yang disebut gondang mula-mula, bagian kedua ialah gondang pinta parsaoran dan bagian terakhir yaitu gondang panutup. Korelasi gondang sabangunan dengan Debata Na Tolu secara jelas dapat dipahami melalui bagian gondang pembukaan, karena di dalamnya dikisahkan korelasi antara manusia dengan Mulajadi Na Bolon atau Debata Na Tolu. Jenis lagu gondang yang secara khusus diperuntukkan bagi Debata Na Tolu ialah Gondang mula-mula dan gondang somba-somba.

Gondang somba-somba dimaksudkan sebagai sembah sujud kepada Mulajadi Na Bolon atau Debata Na Tolu yang telah menciptakan dan memelihara hidup manusia. Sikap menyembah tersebut secara etis hendak mengungkapkan bahwa Yang Ilahi, Sang Penyelenggara hidup manusia itu pantas disembah-sujudi. Tujuan gondang ini ialah agar upacara pesta atau upacara gondang yang hendak dilaksanakan kiranya direstui oleh Debata Na Tolu, sehingga suhut yang mengadakan pesta memperoleh pasu-pasu yakni anak na marsangap dohot boru na martua. Maka, melalui gondang sabangunan ditampilkan totalitas Debata Na Tolu yang mengayomi Banua Na Tolu dan termanifestasikan secara representatif dalam diri Dalihan Na Tolu.

Banua Na Tolu dan gondang sabangunan

Dalam mitologi penciptaan dunia kebatakan terbagi atas tiga bagian, yakni dunia atas (Banua Ginjang), dunia tengah (Banua Tonga) dan dunia bawah (Banua Toru). Banua Na Tolu dalam pandangan orang Batak Toba tidak dalam arti spasial-temporal, melainkan ruang kosmik yang dialami sebagai totalitas Banua Ginjang, Banua Tonga dan Banua Toru. Banua Tonga memiliki peran sentral dalam menjaga keseimbangan dan harmoni eksistensi Banua Na Tolu (Paul B Pedersen, 1975; 19-20). Banua Ginjang adalah banua yang pertama kali diciptakan oleh Mulajadi Na Bolon sebagai tempat kediaman Debata Na Tolu, para parhalado-Nya (pelayan-Nya) dan para sombaon. Banua Tonga ialah bagian dari totalitas kosmos yang berfungsi mengatur kerjasama antara Banua Ginjang dan Banua Toru. Bila kerja sama ketiganya tercipta dengan baik maka harmoni dalam jagad raya akan tercipta. Banua Tonga diciptakan oleh Mulajadi Na Bolon sebagai tempat kediaman manusia dan segala makhluk hidup untuk beraktivitas (A. B. Sinaga, 1981; 11). Banua Toru adalah tempat tinggal begu dan orang-orang yang telah meninggal dunia. Banua Na Tolu dihuni oleh masing-masing Debata Na Tolu; Debata Bataraguru mengayomi Banua Ginjang, Debata Balasori mengayomi Banua Tonga dan Debata Balabulan mengayomi Banua Toru. Untuk menjaga relasi yang harmonis dengan penghuni Banua Na Tolu, masyarakat Batak Toba bahari kerap mengadakan ritual dengan menyertakan gondang sabangunan. Alat musik tradisionil itu membantu komunikasi manusia dengan penghuni Banua Na Tolu. Selain itu, gondang sabangunan pun tetap terkait secara tidak langsung dengan Banua Na Tolu melalui wujud simboliknya.

Dalihan Na tolu dan gondang sabangunan

Dalihan Na Tolu merupakan landasan dan dasar kehidupan masyarakat Batak Toba. Istilah Dalihan Na Tolu yang terdiri dari Hula-hula, Dongan Tubu dan Boru menyatakan unitas dan totalitas hubungan kekerabatan dalam masyarakat Batak Toba. Unsur unitas dan totalitas menjadi ciri khas yang menonjol karena Dalihan Na Tolu tidak dapat dipandang atau dipahami secara parsial. Ketiganya harus utuh dan harmonis sehingga hidup sejahtera dalam kekerabatan masyarakat Batak Toba terwujud.

Pemahaman atas Dalihan Na Tolu tidak terlepas dari konsep unitas, totalitas dan representasi sebagaimana telah diuraikan di atas. Sudah sejak jaman dahulu hingga sekarang orang Batak Toba menyakini bahwa Dalihan Na Tolu bertautan erat dengan Mulajadi Na Bolon, Debata Na Tolu dan Banua Na Tolu. Apabila Dalihan Na Tolu dilepaskan dari Mulajadi Na Bolon, Debata Na Tolu dan Banua Na Tolu maka Dalihan Na Tolu tidak mempunyai makna dan nilai apa pun. Ketidakbernilaian ini terjadi karena Dalihan Na Tolu merupakan wujud pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon secara konkrit-nyata dalam kehidupan manusia di Banua Tonga (Dj Gultom Radjamarpodang, 1992;55). Dalihan Na Tolu merupakan representasi dari Debata Na Tolu yang berkuasa atas Banua Na Tolu. Hal ini tampak melalui kehadiran debata Batara Guru dalam diri Hula-hula, Balasori dalam diri Dongan Tubu dan Balabulan dalam diri Boru. Dalam Debata Na Tolu, kuasa kemisterian, kuasa kesucian, dan kuasa kekuatan dari Mulajadi Na Bolon termanifestasikan. Ketiga kuasa ini secara sempurna menata kesejahteraan kehidupan manusia di bumi (Raja Patik Tampubolon, 2002;54-55). Melalui Dalihan Na Tolu, Mulajadi Na Bolon dan Debata Na Tolu berkarya di Banua Tonga.

Karena Dalihan Na Tolu merupakan refleksi kuasa Debata Na Tolu-dengan demikian juga menjadi wujud pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon-maka segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan orang Batak Toba akan terlaksana dengan baik apabila upacara atau kegiatan adat itu sesuai dengan prinsip Dalihan Na Tolu (Ibid). Dalam konteks ini segala aktivitas seremonial baik yang bersifat religius maupun non religius yang disertai dengan musik gondang sabangunan juga akan membawa pasu-pasu bagi suhut apabila pelaksanaannya sesuai dengan prinsip Dalihan Na Tolu. Bentuk pelaksanaan itu tampak pada saat adanya kesepahaman, kebulatan pendapat dan relasi yang harmonis di antara Hula-hula, Dongan Tubu dan Boru untuk margondang.

Aspek lain yang mempertautkan gondang sabangunan dengan Dalihan Na Tolu ialah bahwa perangkat alat-alat musik gondang sabangunan itu sendiri merupakan simbolisasi dari Dalihan Na Tolu. Taganing melambangkan Dongan Tubu, ogung melambangkan Boru dan sarune melambangkan Hula-hula. Selain itu, pada Dalihan Na Tolu perlu juga ditambah satu unsur lagi, yakni sihal-sihal, dan itu dihubungkan dengan hesek sebagai simbolisasi Dongan Huta. Jadi, perangkat alat musik gondang sabangunan sarat dengan makna simbolik. Gondang Sabangunan mempunyai kaitan dengan keyakinan orang Batak Toba akan Debata Na Tolu dan konsep kekerabatan Dalihan Na Tolu. Sesuai dengan paham ketigaan dalam teogoni Batak Toba, alat musik gondang sabangunan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu : sarune, ogung dan taganing.

Dalam permainan gondang sabangunan, taganing-lah yang pertama berbunyi lalu diikuti secara berurutan oleh ogung oloan dan ogung ihutan. Ogung panggora juga langsung mengikuti sebagai pengatur derap ritme dan kemudian disusul oleh ogung doal serta hesek untuk meramaikan suasana. Ketika semua alat musik telah berbunyi dengan baik dan pas pada posisi masing-masing sesuai aturannya ditiuplah sarune.

Pada gondang dalihan na tolu, suhut dan kerabatnya meminta gondang struktur tiga serangkai, yakni gondang mula-mula, gondang pasu-pasuan atau pinta parsaoran dan gondang hasahatan/sitiotio kepada pargonsi agar hasuhutan dan kaum kerabatnya manortor. Dalam acara manortor, Hula-hula memberi pasu-pasu kepada Boru-nya dengan menumpangkan tangan di atas kepala pihak Boru, sedangkan Boru menerima pasu-pasu itu dengan cara maniuk (menyentuh dengan tangan terbungkus ulos) dagu dari Hula-hula-nya. Tujuan gondang kekerabatan atau gondang dalihan na tolu ialah untuk mengekspresikan solidaritas kekerabatan dan mempererat hubungan kekeluargaan. (Penulis adalah peminat budaya Batak Toba, redaktur majalah “Menjemaat”, Medan/z2)

Selasa, 07 Oktober 2008

pnpm


1
KEPUTUSAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
SELAKU
KETUA TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN
NO: 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007
TENTANG
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI (PNPM MANDIRI)
MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
SELAKU
KETUA TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Menimbang: 1.bahwa dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan` kerja telah dibentuk Tim Pengendali Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang merupakan bagian
dari Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan;
2.bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
merupakan harmonisasi dan sinkronisasi dari program-program
pemberdayaan masyarakat yang ada di kementerian/lembaga;
3.bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas sebagai pedoman bagi
pelaksanaan harmonisasi dan sinkronisasi berbagai program pemberdayaan
masyarakat yang ada di kementerian/lembaga dan bergabung
dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri perlu
menetapkan Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri .
Mengingat: 1.Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
2.Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
3.Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Unit Organisasi
dan Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005;
4.Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
5.Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor
10/PER/MENKO/KESRA/III/2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
2
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
6.Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku
Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nomor 28/KEP/
MENKO/KESRA/XI/2006 Tentang Tim Pengendali Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SELAKU
KETUA TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN TENTANG
PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MANDIRI
PERTAMA : Menetapkan Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri sebagai pedoman harmonisasi dan sinkronisasi
program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di kementerian/
lembaga ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri;
KEDUA : Program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di kementerian/
lembaga yang bergabung dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri masing-masing menetapkan Pedoman
Pelaksanaan sesuai kebutuhannya;
KETIGA : Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan ini
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
KEEMPAT : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudia hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Juli 2007
MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
SELAKU
KETUA TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN
ABURIZAL BAKRIE
SALINAN : Keputusan ini disampaikan kepada Yth:
1. Presiden Republik Indonesia
2. Wakil Presiden Republik Indonesia
3. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu
4. Para Pimpinan LPND
5. Para Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
3
PRAKATA
Pendekatan pemberdayaan masyarakat selama ini telah banyak diupayakan melalui
berbagai pembangunan sektoral maupun regional. Namun karena dilakukan
secara parsial dan tidak berkelanjutan, efektivitasnya terutama untuk
penanggulangan kemiskinan dipandang masih belum optimal. Untuk itu, melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri diharapkan dapat terjadi harmonisasi
prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi, serta berbagai mekanisme dan prosedur
pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga proses peningkatan
kesejahteraan masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Dalam rangka menjaga harmonisasi pelaksanaan berbagai program berbasis pemberdayaan
masyarakat dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, maka disusun Pedoman
Umum PNPM Mandiri. Tujuan dari Pedoman Umum ini adalah sebagai sumber referensi
kerangka kebijakan dan acuan umum pelaksanaan program bagi para pengambil
keputusan pada berbagai tingkat pemerintahan, pelaksana di tingkat lapangan,
masyarakat, dan berbagai pihak lainnya yang terkait dalam pelaksanaan program-program
pemberdayaan masyarakat.
Pedoman umum PNPM Mandiri secara garis besar berisi tentang latar belakang, tujuan
dan landasan penyelenggaraan program; prinsip dasar, pendekatan dan strategi program;
komponen program; 333aspek-aspek pengelolaan, monitoring dan evaluasi, serta
pengembangan indikator yang diperlukan. Penjelasan masing-masing aspek penyelenggaraan
PNPM Mandiri tersebut dalam pedoman ini merupakan koridor kebijakan yang
perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai pedoman pelaksanaan dan teknis
operasional yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
Penyusunan pedoman umum ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait,
yaitu Kementerian Koordinator Kesra, Bappenas, Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri,
Ditjen Cipta Karya Departemen PU, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, serta
tenaga-tenaga ahli dari lembaga-lembaga donor. Kepada semua pihak yang telah
berkontribusi terhadap penyusunan pedoman umum ini kami sampaikan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Partisipasi dan kerjasama yang telah terjalin
selama ini diharapkan dapat terus berlanjut dan berkembang pada berbagai pihak yang
selama ini belum terlibat. Pelaksanaan PNPM Mandiri secara benar dapat membangun
optimisme bersama yang kuat sebagai bangsa dalam memerangi musuh utama kita saat
ini, yakni kemiskinan dan kebodohan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi semua
rencana dan upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia.
Jakarta, Agustus 2007
Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM-Mandiri
4
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
SAMBUTAN
Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat dan kekuatan sehingga Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) atau Program MANDIRI ini dapat diselesaikan.
Program Mandiri yang diluncurkan oleh Presiden RI tanggal 30 April 2007 di Kota Palu-
Sulawesi Tengah, sesungguhnya merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui
konsolidasi program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di berbagai
kementerian/lembaga.
Mengingat beragamnya tata cara dalam pelaksanaan program-program pemberdayaan
masyarakat yang ada di berbagai sektor, maka untuk pelaksanaan PNPM-Mandiri perlu
hanya ada satu pedoman umum sebagai kerangka acuan bersama dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian berbagai program pemberdayaan masyarakat. Adapun
secara operasional tetap akan dilaksanakan oleh masing-masing sektor. Oleh karena itu,
untuk menampung pengalaman-pengalaman baik yang diperoleh selama mengelola
program pemberdayaan masyarakat, maka dalam penyusunan Buku Pedoman ini
melibatkan berbagai pihak pengelola program di kementerian/lembaga.
Dalam pelaksanaan PNPM-Mandiri di lapangan perlu adanya sinergi dari masyarakat,
pemerintah daerah dan kelompok peduli (swasta, asosiasi, perguruan tinggi, media, LSM,
dll) serta kemitraan diantara ketiganya. Untuk itu agar semua pihak terlibat dalam program
tersebut maka sosialisasi ke masyarakat luas perlu dilakukan secara intensif.
Tim Pengendali PNPM-Mandiri mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Tim Teknis yang diketuai Bappenas hingga tersusunnya pedoman ini. Pedoman Umum
akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan pelaksanaan Program Mandiri,
sehingga saran perbaikan dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Jakarta, Juli 2007
Deputi Menko Kesra
Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Selaku Ketua Pelaksana Tim Pengendali PNPM-Mandiri
SUJANA ROYAT
5
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat .................................................... 1
Prakata ................................................................................................................................................................................. 3
Sambutan ........................................................................................................................................................................... 4
Daftar Isi .............................................................................................................................................................................. 5
Daftar Istilah dan Singkatan .................................................................................................................................. 7
Perihal Pedoman ........................................................................................................................................................... 9
• Mengapa Diperlukan Pedoman? .................................................................................................................. 9
• Siapa Pengguna Pedoman? ............................................................................................................................ 9
• Bagaimana Sistematika Buku Pedoman Ini? ............................................................................................ 9
1. Pedahuluan............................................................................................................................................................... 10
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................................................. 10
1.2. Pengertian PNPM Mandiri ........................................................................................................................... 11
1.3. Tujuan ................................................................................................................................................................... 11
2. Strategi, Prinsip, Pendekatan dan Dasar Hukum ............................................................................. 12
2.1. Strategi PNPM .................................................................................................................................................. 12
2.2. Prinsip Dasar PNPM Mandiri ....................................................................................................................... 12
2.3. Pendekatan PNPM Mandiri ......................................................................................................................... 13
2.4. Dasar Hukum PNPM Mandiri ...................................................................................................................... 14
3. Komponen dan Harmonisasi Program .................................................................................................... 16
3.1. Kategori Program ........................................................................................................................................... 16
3.2. Komponen Program ..................................................................................................................................... 16
3.3. Ruang Lingkup Kegiatan .............................................................................................................................. 17
3.4. Harmonisasi Program.................................................................................................................................... 18
DAFTAR ISI
6
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
4. Pengelolaan Program ........................................................................................................................................ 22
4.1. Persiapan ............................................................................................................................................................ 22
4.2. Perencanaan partisipatif ............................................................................................................................... 22
4.3 Pelaksanaan Kegiatan ................................................................................................................................... 25
4.4 Pengendalian ................................................................................................................................................... 27
4.5 Pengelolaan Pengaduan Masyarakat ...................................................................................................... 28
4.6 Evaluasi ................................................................................................................................................................ 29
4.7 Pelaporan ........................................................................................................................................................... 29
4.8 Sosialisasi ............................................................................................................................................................ 29
5. Kelembagaan ........................................................................................................................................................... 30
5.1. Struktur Kelembagaan.................................................................................................................................. 30
5.2. Pengembangan Kelembagaan PNPM Mandiri ................................................................................... 34
6. Pendanaan ................................................................................................................................................................ 36
6.1. Sumber dan Peruntukan Dana .................................................................................................................. 36
6.2. Pengelolaan Keuangan Program .............................................................................................................. 37
6.3. Pengelolaan Keuangan Masyarakat ........................................................................................................ 40
7. Penutup....................................................................................................................................................................... 41
Lampiran 1: Tahapan Strategi Operasional PNPM Mandiri .......................................................................... 43
Lampiran 2 : Rancangan Mekanisme Pelaksanaan
PNPM Mandiri 2009-2015 .......................................................................................................................................... 46
Lampiran 3 : Proses Pemberdayaan Masyarakat ............................................................................................. 47
Lampiran 4 : Pengertian dan Ketentuan Logo PNPM Mandiri .................................................................. 48
7
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
• ADD Alokasi Dana Desa
• APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
• APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
• APF Aparat Pengawasan Fungsional
• APH Aparat Penegak Hukum
• Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
• Bawasda Badan Pengawas Daerah
• BLM Bantuan Langsung Masyarakat
• BKAD Badan Kerjasama Antar Desa
• BPD Badan Permusyawaratan Desa
• BPKP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
• CSR Corporate Social Responsibility
• Depdagri Departemen Dalam Negeri
• DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
• Dirjen Direktur Jenderal
• Ditjen Direktorat Jenderal
• DPR Dewan Perwakilan Rakyat
• DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
• Gender Asumsi atau konsep masyarakat atas peran, tanggung-jawab serta perilaku lakilaki
dan perempuan, yang dipelajari dan dapat berubah dari waktu ke waktu
serta bervariasi menurut sosial dan budaya masyarakat.
• Kelompok Kelompok yang memberikan perhatian atau memiliki
Peduli kepentingan terhadap suatu kegiatan tertentu
• KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
• LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
• Masyarakat Masyarakat yang mampu mengelola potensi yang ada dalam dirinya atau
Mandiri lingkungannya sehingga menghasilkan nilai lebih, dan bukan masyarakat yang
pasif atau hanya menggantungkan kehidupannya dengan mengharap pemberian
bantuan dari pemerintah atau masyarakat lainnya
• MAD Musyawarah Antar Desa
• MAK Musyawarah Antar Kelurahan
• MDGs Millennium Development Goals
• Musrenbang Musyawarah Perencanan Pembangunan
• PMD Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
• Pembangunan Kegiatan pelayanan yang diwujudkan dalam investasi anggaran maupun
sektoral regulasi yang diselenggarakan oleh kementerian/ lembaga, dinas sektor
• Pembangunan Pembangunan yang diselenggarakan pada wilayah tertentu di daerah yang
kewilayahan diorientasikan pada pengembangan potensi lokal wilayah tersebut
8
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
• Pembangunan Pembangunan yang melibatkan secara aktif komponen masyarakat dan
partisipatif dunia usaha guna mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan yang
diselenggarakan oleh pemerintah
• Pemberdayaan Upaya menumbuhkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk meningkatmasyarakat
kan posisi tawar (bargaining power), sehingga memiliki akses dan kemampuan
untuk mengambil keuntungan timbal balik dalam bidang ekonomi, politik, sosial
dan budaya
• PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
• Pamsimas Program Air Minum dan Sanitasi Masyarakat
• PISEW Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah
• P2DTK Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
• PJOK Penanggung jawab Operasional Kegiatan
• PPIP Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan
• PPK Program Pengembangan Kecamatan
• PPKP (P2KP) Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
• PU Pekerjaan Umum
• Renja Rencana Kerja
• Renstra Rencana Strategis
• RISE Regional Infrastructure for Social Economic
• RKP Rencana Kerja Pemerintah
• RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah
• RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah
• RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
• RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang
• RPTD Rencana Pembangunan Tahunan Desa
• SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
tugas pemerintahan di bidang tertentu di daerah provinsi, kabupaten, atau kota.
• SNPK Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan
• SPADA Support for Poor and Disadvantage Areas
• SPK Surat Perintah Kerja
• SPP Surat Perintah Pembayaran
• SP2D Surat Perintah Pencairan Dana
• SPPN Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
• SPM Surat Perintah Membayar
• SPPM Sistem Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
• TKPK Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
• TKPKD Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
• UPK Unit Pengelola Kegiatan
9
Pedoman Umum PNPM Mandiri adalah sumber referensi dan acuan pelaksanaan
PNPM Mandiri. Pedoman Umum ini merupakan bagian dari keseluruhan pedoman
PNPM Mandiri yang disusun secara terpisah.
MENGAPA DIPERLUKAN PEDOMAN?
Mengingat pelaksanaan PNPM Mandiri melibatkan berbagai sektor dan pihak terkait di
berbagai tingkat pemerintahan, maka untuk harmonisasi dan konsistensi pelaksanaan
PNPM Mandiri diperlukan sumber referensi dan acuan umum bagi para pengambil
keputusan pada berbagai tingkat pemerintahan, pelaksana di tingkat lapangan,
masyarakat, dan berbagai pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan program-program
pemberdayaan masyarakat.
SIAPAKAH PENGGUNA PEDOMAN?
No Siapa Untuk Apa
1. Pengambil keputusan di berbagai Dasar kebijakan
tingkat pemerintahan
2. Pelaksana di berbagai tingkat pemerintahan Acuan pelaksanaan
3. Komunitas di lokasi PNPM Mandiri Acuan pelaksanaan
4. Legislatif Referensi
5. Lembaga donor Referensi
6. Masyarakat luas Referensi
BAGAIMANA SISTEMATIKA BUKU PEDOMAN INI?
Buku pedoman PNPM Mandiri terdiri atas:
• Buku Pedoman Umum, berisi garis besar tentang latar belakang, pengertian, tujuan
dan landasan penyelenggaraan PNPM Mandiri; prinsip dasar, pendekatan dan strategi
PNPM Mandiri; komponen dan harmonisasi program; aspek-aspek pengelolaan; dan
kriteria pengembangan lokasi.
• Buku Pedoman Pelaksanaan, terdiri atas aspek-aspek pelaksanaan seperti antara
lain sistem pengelolaan pengaduan masyarakat; pelatihan pendamping;
pemantauan dan evaluasi; serta strategi sosialisasi dan komunikasi.
Penjelasan masing-masing aspek penyelenggaraan PNPM Mandiri tersebut di atas
merupakan koridor kebijakan yang dapat dijabarkan lebih lanjut ke dalam petunjuk teknis
dan operasional yang diperlukan bagi pelaksanaan masing-masing program pemberdayaan
masyarakat.
PERIHAL PEDOMAN
10
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
1.1 LATAR BELAKANG
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak
secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial
dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum
optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber
penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur.
Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan
kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya
penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan
partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat
miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan
subyek upaya penanggulangan kemiskinan.
Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta
program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di
perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk
pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM
Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi
Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah
sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat
yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan
PNPM Mandiri 2008 juga akan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.
Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka
kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke
daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini
sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses
pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan
dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu
pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs)*.
Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang
terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut.
BAB 1 - PENDAHULUAN
* MDGs adalah kesepakatan global untuk mencapai target pembangunan bersama yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan;
pendidikan dasar untuk semua; kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan; mengurangi angka kematian anak; meningkatkan
kesehatan ibu; memerangi penyakit menular dan penyakit lainnya; menjamin kelestarian lingkungan hidup; dan mengembangkan
kemitraan global untuk pembangunan.
11
1.2.PENGERTIAN PNPM MANDIRI
a. PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai
dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi
dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan
pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
b. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan
kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam
memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan
keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak
untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang
dicapai.
1.3 TUJUAN
1.3.1.Tujuan Umum
Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
1.3.2.Tujuan Khusus
a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok
perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan
dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan
pembangunan.
b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif,
dan akuntabel.
c. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan
penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).
d. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan kelompok peduli
lainnya, untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
e. Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas pemerintah
daerah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di
wilayahnya.
f. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi
sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.
g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan tekhnologi tepat guna, informasi dan
komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.
12
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
Dalam upaya mencapai tujuan PNPM Mandiri, terdapat strategi, prinsip dasar,
pendekatan, dan dasar hukum yang perlu menjadi acuan pelaksanaan programprogram
pemberdayaan masyarakat.
2.1 STRATEGI
Strategi PNPM Mandiri terdiri atas:
2.1.1 Strategi Dasar
a. Mengintensifkan upaya-upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kemampuan
dan kemandirian masyarakat.
b. Menjalin kemitraan yang seluas-luasnya dengan berbagai pihak untuk bersamasama
mewujudkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat.
c. Menerapkan keterpaduan dan sinergi pendekatan pembangunan sektoral,
pembangunan kewilayahan, dan pembangunan partisipatif.
2.1.2 Strategi Operasional
a. Mengoptimalkan seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki masyarakat,
pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan kelompok peduli lainnya secara
sinergis.
b. Menguatkan peran pemerintah kota/kabupaten sebagai pengelola programprogram
penanggulangan kemiskinan di wilayahnya;
c. Mengembangkan kelembagaan masyarakat yang dipercaya, mengakar, dan
akuntabel.
d. Mengoptimalkan peran sektor dalam pelayanan dan kegiatan pembangunan secara
terpadu di tingkat komunitas.
e. Meningkatkan kemampuan pembelajaran di masyarakat dalam memahami
kebutuhan dan potensinya serta memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya.
f. Menerapkan konsep pembangunan partisipatif secara konsisten dan dinamis serta
berkelanjutan.
2.2 PRINSIP DASAR PNPM MANDIRI
PNPM-Mandiri menekankan prinsip-prinsip dasar berikut ini:
• Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM Mandiri senantiasa
bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
• Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri, masyarakat memiliki kewenangan
secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan
pembangunan secara swakelola.
BAB 2 - STRATEGI, PRINSIP,
PENDEKATAN, DAN DASAR HUKUM
13
• Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan
kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan
kapasitasnya.
• Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok
masyarakat yang kurang beruntung.
• Partisipasi. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan
keputusan pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan.
• Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan
dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil
manfaat kegiatan pembangunan.
• Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara
musyarawah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat
miskin.
• Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai
terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga
pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan
baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.
• Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan
kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara
optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.
• Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan
didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pemangku kepentingan
dalam penanggulangan kemiskinan.
• Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan
kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga
di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
• Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan PNPM
Mandiri harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah dikelola, serta
dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat.
2.3 PENDEKATAN PNPM MANDIRI
Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis
masyarakat dengan:
a. Menggunakan kecamatan sebagai lokus program untuk mengharmonisasikan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program.
14
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
b. Memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama
pembangunan pada tingkat lokal.
c. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan
partisipatif.
d. Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan
karakteristik sosial, budaya dan geografis.
e. Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran, kemandirian, dan
keberlanjutan. Penjelasan lebih lanjut tentang pendekatan pemberdayaan
masyarakat ini dapat dilihat pada lampiran 1.
2.4 DASAR HUKUM PNPM MANDIRI
Dasar hukum pelaksanaan PNPM Mandiri mengacu pada landasan konstitusional UUD 1945
beserta amandemennya, landasan idiil Pancasila, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta landasan khusus pelaksanaan PNPM Mandiri yang akan disusun kemudian.
Peraturan perundang-undangan khususnya terkait sistem pemerintahan, perencanaan,
keuangan negara, dan kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah sebagai berikut:
2.4.1 Sistem Pemerintahan
Dasar peraturan perundangan sistem pemerintahan yang digunakan adalah:
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintah Desa.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
d. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan.
2.4.2 Sistem Perencanaan
Dasar peraturan perundangan sistem perencanaan terkait adalah:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN).
b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025.
c. Peraturan Presiden Nomor. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009.
d. Peraturan Pemerintah Nomor. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
15
e. Peraturan Pemerintah Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional.
f. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional.
2.4.3 Sistem Keuangan Negara
Dasar peraturan perundangan sistem keuangan negara adalah:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4455);
c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4597);
f. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/
jasa Pemerintah;
g. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor.005/MPPN/06/2006 tentang Tata
cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari
Pinjaman/Hibah Luar Negeri;
h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian
Hibah kepada Daerah;
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
16
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
Masyarakat yang mandiri tidak mungkin diwujudkan secara instan, melainkan
melalui serangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat yang direncanakan,
dilaksanakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri. Melalui kegiatan
yang dilakukan dari, untuk, dan oleh masyarakat, diharapkan upaya penanggulangan
kemiskinan dapat berjalan lebih efektif. Untuk harmonisasi dan sinergi pelaksanaan
berbagai program pemberdayaan, pada Bab 3 ini dijelaskan mengenai kategori program,
komponen, ruang lingkup kegiatan, dan langkah-langkah harmonisasi dalam PNPM
Mandiri.
3.1.KATEGORI PROGRAM
Program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. PNPM-Inti: terdiri dari program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis
kewilayahan, yang mencakup PPK, P2KP, PISEW, dan P2DTK.
b. PNPM-Penguatan: terdiri dari program-program pemberdayaan masyarakat
berbasis sektoral, kewilayahan, serta khusus untuk mendukung penanggulangan
kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target tertentu. Pelaksanaan
program-program ini di tingkat komunitas mengacu pada kerangka kebijakan PNPM
Mandiri.
3.2.KOMPONEN PROGRAM
Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui komponen program
sebagai berikut:
3.2.1.Pengembangan Masyarakat
Komponen pengembangan masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk
membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari pemetaan
potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian,
pemanfaatan sumberdaya, pemantauan, dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai.
Untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut, disediakan dana pendukung kegiatan
pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan, dan operasional pendampingan
masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran
fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah
yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
BAB 3 - KOMPONEN
DAN HARMONISASI PROGRAM
17
3.2.2.Bantuan Langsung Masyarakat
Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah dana stimulan keswadayaan yang
diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang
direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, terutama
masyarakat miskin.
3.2.3. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal
Komponen peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal adalah serangkaian
kegiatan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok
peduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif
bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara
layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini antara lain seminar, pelatihan, lokakarya,
kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif, dan sebagainya.
3.2.4.Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program
Komponen bantuan pengelolaan dan pengembangan program meliputi kegiatan-kegiatan
untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan
kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi, dan
pengembangan program.
3.3.RUANG LINGKUP KEGIATAN
Ruang lingkup kegiatan PNPM-Mandiri pada dasarnya terbuka bagi semua kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat meliputi:
a. Penyediaan dan perbaikan prasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial, dan
ekonomi secara padat karya;
b. Penyediaan sumber daya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian yang lebih besar
perlu diberikan bagi kaum perempuan dalam memanfaatkan dana bergulir ini;
c. Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang
bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs;
d. Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran
kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta
penerapan tata kepemerintahan yang baik.
18
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
3.4.HARMONISASI PROGRAM
Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan berbagai program
pemberdayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri dilakukan harmonisasi pada aspek-aspek
sebagai berikut:
3.4.1.Pemilihan sasaran
Harmonisasi sasaran ditujukan untuk memadukan aspek wilayah dan kelompok
masyarakat penerima manfaat.
Lokasi PNPM Mandiri diutamakan pada kecamatan yang memiliki kriteria berikut; a) memiliki
jumlah penduduk miskin cukup besar, b) tingkat pelayanan dasar rendah, c) tingkat
kapasitas fiskal rendah, dan d) memiliki desa/kelurahan tertinggal.
Penentuan lokasi PNPM-Inti ditetapkan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Lokasi PNPMPenguatan
diarahkan ke lokasi PNPM-Inti dengan mempertimbangkan usulan sektor dan
daerah, efisiensi dan efektivitas penanggulangan kemiskinan, serta mengurangi
kesenjangan antar kecamatan.
3.4.2.Kelembagaan Masyarakat
Harmonisasi kelembagaan masyarakat bertujuan untuk:
• Mewujudkan kepemimpinan masyarakat yang terpercaya, berbasis nilai, dan
mengakar.
• Efisiensi tata kelola.
• Efektifitas program penanggulangan kemiskinan.
• Mendorong kepemerintahan yang tanggap terhadap persoalan kemiskinan dan
upaya penanggulangannya.
PNPM Mandiri diarahkan menggunakan dan mengembangkan secara optimal kelembagaan
masyarakat yang telah ada, sepanjang disepakati masyarakat dan bersifat terbuka bagi
seluruh warga. Dimensi kelembagaan masyarakat meliputi proses pengambilan keputusan
dan tindakan kolektif, organisasi, serta aturan main.
Harmonisasi kelembagaan dilakukan melalui:
• Pengembangan dan penguatan kapasitas kelembagaan yang telah ada dengan
cara meningkatkan kapasitas pengelola, memperbaiki kinerja dan etika lembaga,
dan meningkatkan tingkat keterwakilan berbagai lembaga yang ada.
19
• Peningkatan kerjasama antar desa/kelurahan. Musyawarah Antar Desa/Kelurahan
merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan antar desa/kelurahan.
Konsolidasi organisasi pelaksana program sektor yang bersifat ad-hoc dan koordinasi
berbagai kelompok masyarakat yang ada oleh lembaga keswadayaan masyarakat di desa/
kelurahan. Lembaga keswadayaan masyarakat dijelaskan lebih lanjut pada Bab 5.
3.4.3.Pendanaan
Harmonisasi berbagai sumber pendanaan PNPM Mandiri bertujuan untuk efektivitas upaya
penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Harmonisasi pendanaan
dikoordinasikan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri, Tim Koordinasi Provinsi dan Kabupaten/
Kota, serta lembaga masyarakat.
Harmonisasi pendanaan dilakukan dengan cara konsolidasi berbagai sumber dan
penggunaan dana, pembiayaan aktivitas yang tidak tumpang tindih, serta distribusi pelaku
dan fungsi kinerja program.
3.4.4.Pelaksanaan
Tahun 2008 merupakan masa transisi proses harmonisasi pelaksanaan program-program
pemberdayaan masyarakat yang meletakkan masyarakat sebagai pengambil keputusan
pelaksanaan berbagai program tersebut di wilayahnya. Mulai tahun 2009, pelaksanaan
PNPM Mandiri akan merujuk kepada rancangan mekanisme pelaksanaan PNPM Mandiri
2009-2015 sebagaimana terlampir pada Lampiran 2.
Untuk itu, harmonisasi pelaksaan PNPM Mandiri pada tahun 2008 dilakukan melalui:
a. Pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat mengacu pada strategi,
prinsip, pendekatan, dan dasar hukum PNPM Mandiri sebagaimana dijelaskan pada
Bab 2;
b. Pelaksanaan kegiatan kecamatan berdasar pada visi/rencana kerja (renja) kecamatan,
sedangkan desa/kelurahan berdasar pada hasil perencanaan masyarakat. Aspekaspek
pengelolaan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri dijelaskan pada Bab 4;
c. Lokasi PNPM-Penguatan diarahkan ke lokasi PNPM-Inti. Untuk itu perlu dilakukan
serangkaian konsolidasi data, informasi rencana dan kegiatan serta sasaran, agar
harmonisasi pelaksanaan program dapat terjadi;
d. Pengembangan sistem basis data dan informasi PNPM Mandiri yang dilakukan secara
terintegrasi dan terbuka antar berbagai program pemberdayaan masyarakat,
termasuk PNPM-Penguatan;
20
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
e. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi berdasar pada metodologi dan indikator
keberhasilan, serta kerangka kerja dan waktu yang dikembangkan oleh PNPM
Mandiri;
f. Pemenuhan kebutuhan fasilitator beserta pembagian tugas dan fungsi antara
tenaga fasilitator masyarakat dan penyuluh teknis lapangan. Pemenuhan
kebutuhan fasilitator untuk pemberdayaan masyarakat menjadi tanggung jawab
PNPM-Inti. Sedangkan untuk penyuluh teknis lapangan dapat disediakan oleh sektor;
g. Pengembangan dan standarisasi kurikulum, modul pelatihan, dan kompetensi
pemandu yang mengacu pada pedoman pelaksanaan pelatihan PNPM Mandiri;
h. Pengelolaan pengaduan masyarakat yang mengacu pada pedoman pelaksanaan
pengelolaan pengaduan masyarakat PNPM Mandiri;
i. Strategi sosialisasi dan komunikasi yang mengacu pada strategi sosialisasi dan
komunikasi PNPM Mandiri;
j Sinkronisasi perencanaan sektoral tahun anggaran 2009 dengan hasil perencanaan
partisipatif PNPM Mandiri tahun 2007 yang dilaksanakan pada tahun 2008
(mekanisme musrenbang).
Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan berbasis masyarakat selama ini sering ditemukan
kualitas pemberdayaan masyarakat yang tidak memadai. Fasilitator yang mendampingi
masyarakat hanya berfungsi sebagai tenaga penyuluh teknis terkait sektor tertentu tanpa
keahlian mengembangkan kapasitas kelembagaan masyarakat. Di sisi masyarakat, hal ini
menyebabkan ketergantungan terhadap program sehingga menimbulkan masalah terkait
keberlanjutan pasca program atau proyek berakhir. Beragamnya program dan proyek
berbasis pemberdayaan masyarakat yang dilengkapi oleh biaya untuk —antara lain—
tenaga fasilitator/penyuluh, pelatihan, operasional kegiatan di setiap jenjang
pemerintahan, monitoring dan evaluasi, dan sebagainya juga menimbulkan pemborosan
biaya pembangunan.
Mengingat tahun 2008 merupakan masa transisi proses harmonisasi antara PNPM-Inti
dan PNPM Penguatan, beberapa kemungkinan permasalahan berikut dapat terjadi:
· Masyarakat Berminat Tetapi Tidak Ada Kegiatan PNPM Penguatan.
Dalam hal ini K/L pengelolan kegiatan akan mengkaji apakah mungkin lokasi kegiatan
PNPM Penguatan dipindahkan ke lokasi PNPM Inti. Jika pemindahan lokasi dapat
dilakukan, kegiatan PNPM Penguatan harus dilaksanakan sesuai kebutuhan dan
waktu yang ditetapkan masyarakat.
· Masyarakat Tidak Berminat Tetapi Ada Kegiatan PNPM Penguatan.
Dalam hal ini K/L pengelola kegiatan harus berupaya untuk memindahkan lokasi
kegiatan ke lokasi yang memiliki kebutuhan akan kegiatannya.
21
· Masyarakat Berminat dan Ada Kegiatan PNPM Penguatan.
Kegiatan PNPM Penguatan harus dilaksanakan sesuai kebutuhan dan waktu yang
ditetapkan masyarakat.
Melalui PNPM Mandiri diupayakan harmonisasi lokasi kegiatan, dan koordinasi pembagian
tugas dan fungsi para penyuluh teknis lapangan dan tenaga fasilitator masyarakat, dan
sosialisasi intensif kepada kementerian dan Lembaga di Pusat dan Daerah. Untuk menjamin
keberhasilan harmonisasi kegaiatan PNPM Inti dan Penguatan, Tim Pengendali PNPM akan
membangun sistem pemantauan dan evaluasi yang menyangkut seluruh kegiatan PNPM
Inti dan Penguatan mulai tahun 2008. Hasil pemantauan dan evaluasi ini akan digunakan
sebagai alat untuk mempertajam harmonisasi PNPM Inti dan Penguatan di tahun-tahun
berikutnya.
22
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
BAB 4 - PENGELOLAAN PROGRAM
Pengelolaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri terdiri dari
persiapan, perencanaan partisipatif, pelaksanaan kegiatan, monitoring, evaluasi,
pelaporan, dan sosialisasi.
4.1.PERSIAPAN
Persiapan pelaksanaan PNPM Mandiri di pusat dikoordinasikan oleh Tim Pengendali PNPM
Mandiri yang meliputi antara lain kebijakan umum dan pengembangan program, penetapan
lokasi, strategi komunikasi, pengembangan sistem informasi, serta monitoring dan evaluasi.
Persiapan pelaksanaan PNPM Mandiri di daerah dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi
provinsi dan kabupaten/kota, yang meliputi antara lain menyediakan kontribusi dana
yang berasal dari anggaran daerah, membentuk Sekretariat Tim Koordinasi PNPM Mandiri,
serta membentuk Satuan Kerja Pelaksanaan Program.
Penyelenggaraan proses seleksi, pelatihan, dan penempatan tenaga-tenaga konsultan
dan fasilitator dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait bersama dengan daerah
berdasarkan petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh satuan kerja masing-masing
program PNPM Mandiri.
4.2 PERENCANAAN PARTISIPATIF
Perencanaan partisipatif adalah proses pengambilan keputusan pembangunan yang
melibatkan masyarakat, swasta, dan pemerintah sesuai fungsinya masing-masing.
Mekanisme perencanaan partisipatif terdiri atas perencanaan di desa/kelurahan, antar
desa/kelurahan (kecamatan), serta perencanaan koordinatif di kabupaten/kota.
4.2.1.Perencanaan Partisipatif di Desa/Kelurahan
Perencanaan partisipatif bertujuan untuk memberikan ruang seluas-luasnya kepada warga
masyarakat baik laki-laki maupun perempuan terutama rumah tangga miskin untuk terlibat
secara aktif dalam penggalian gagasan atau identifikasi kebutuhan dan pengambilan
keputusan perencanaan pembangunan. Kualitas perencanaan partisipatif dapat diketahui
dari jumlah warga yang hadir, kualitas pendapat/gagasan/usulan, serta dokumen
perencanaan yang diputuskan.
Perencanaan partisipatif di desa/kelurahan dimulai dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat melalui sosialisasi di masyarakat; pertemuan masyarakat; refleksi kemiskinan;
pemetaan swadaya untuk identifikasi masalah, potensi, dan kebutuhan; pengorganisasian
masyarakat; dan penyusunan rencana dan program yang dilakukan masyarakat secara
bersama-sama (lihat Lampiran 3). Rencana kegiatan pembangunan tersebut dituangkan
ke dalam dokumen rencana pembangunan desa/kelurahan jangka menengah (PJM) dan
23
rencana tahunan serta rencana strategis (renstra) pembangunan desa/kelurahan.
Dokumen hasil perencanaan partisipatif PNPM Mandiri merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari dokumen musrenbang desa/kelurahan untuk diteruskan ke musrenbang
di tingkat lebih lanjut.
Sinergi penyusunan kedua dokumen tersebut dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
• penyesuaian jadwal kegiatan perencanaan partisipatif PNPM Mandiri dengan jadwal
kegiatan musrenbang di masing-masing daerah; atau
• mengagendakan kegiatan musrenbang dalam musyawarah penyusunan
perencanaan partisipatif PNPM Mandiri (satu kegiatan dengan dua hasil).
• Apabila dokumen perencanaan partisipatif tersebut disusun setelah musrenbang
desa/kelurahan maka dokumen tersebut menjadi bahan musrenbang kecamatan.
Hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan partisipatif PNPM Mandiri adalah
keterlibatan perangkat pemerintahan desa/kelurahan (pemerintah desa/kelurahan, Badan
Permusyawaratan Desa/BPD, dan lembaga kemasyarakatan desa/kelurahan) dalam
memfasilitasi masyarakat. Oleh sebab itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas perangkat
pemerintahan desa/kelurahan dalam menjaring aspirasi, permasalahan, dan potensi
masyarakat secara nyata.
Dokumen hasil perencanaan partisipatif PNPM Mandiri harus menyeluruh terkait dengan
aspek ekonomi, sosial, dan budaya sebagaimana dokumen Panduan Musrenbang. Hal ini
dimaksud agar semua informasi dari masyarakat dapat secara tepat ditangkap pada proses
pengambilan keputusan di tingkat lebih lanjut. Tugas PNPM Mandiri adalah mengawal
kualitas rumusan perencanaan yang dihasilkan oleh desa/kelurahan.
4.2.2. Perencanaan Partisipatif di Kecamatan
Perencanaan partisipatif di kecamatan bertujuan untuk menyusun prioritas kegiatan antar
desa/kelurahan berdasarkan hasil perencanaan partisipatif di desa/kelurahan, sekaligus
mensinergikannya dengan rencana pembangunan kabupaten/kota.
Prioritas hasil perencanaan pembangunan partisipatif PNPM Mandiri dan musrenbang
desa/kelurahan menjadi prioritas untuk dibiayai dengan sumber pendanaan kecamatan.
Prioritas tersebut disusun dalam dokumen rencana kerja (renja) kecamatan dengan
mempertimbangkan berbagai kebijakan seperti Rencana Pembangunan Tahunan Daerah
(RPTD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Renja tersebut
selanjutnya menjadi dokumen Musrenbang Kecamatan untuk diproses pada tingkat
perencanaan selanjutnya. Hasil perencanaan kecamatan bukan sekedar kompilasi usulan
24
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
desa, namun juga memuat rencana antar desa/kelurahan yang pembahasannya
melibatkan seluruh komponen masyarakat.
Dalam pelaksanaan Musrenbang Kecamatan, dipilih perwakilan dari masing-masing desa/
kelurahan untuk menjadi mitra Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menentukan
prioritas pembangunan kecamatan. Representasi desa/kelurahan yang telah dipilih dalam
Musrenbang kecamatan, ditetapkan sebagai delegasi atau utusan perwakilan masyarakat
kecamatan yang akan ikut dalam forum SKPD dan musrenbang kabupaten/kota. Dalam
penentuan perwakilan, harus terdapat perwakilan perempuan.
Agar berbagai usulan hasil perencanaan partisipatif dapat direalisasikan, seluruh proses
perencanaan partisipatif di kecamatan diupayakan melibatkan anggota legislatif.
4.2.3.Perencanaan Koordinatif di Kabupaten/Kota
Rencana kegiatan antar desa/kelurahan dan/atau antar kecamatan yang memerlukan
penanganan pada tingkat lebih lanjut disampaikan ke kabupaten/kota oleh delegasi
kecamatan untuk dibahas dalam Forum SKPD. Di dalam Forum SKPD, Rencana Kerja
Masyarakat tersebut menjadi prioritas untuk disinkronkan dalam Rencana Kerja (Renja)
SKPD. Renja SKPD yang telah memuat usulan masyarakat selanjutnya menjadi bahan
penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dalam Musrenbang kabupaten/
kota yang juga dihadiri oleh delegasi kecamatan.
a. Forum SKPD.
Untuk menjamin konsistensi usulan dari masyarakat maka dalam forum SKPD perlu
dipastikan:
1. Keterwakilan masyarakat dari kecamatan menjadi mitra dalam menentukan
prioritas pembangunan kabupaten/kota terkait dengan masing-masing SKPD.
2. Untuk menjaga konsistensi prioritas usulan perencanaan partisipatif, delegasi
masyarakat kecamatan harus memastikan bahwa usulan tersebut menjadi
agenda pembahasan sampai dengan menjadi keputusan.
b. Musrenbang Kabupaten/ Kota.
Untuk menjamin konsistensi usulan masyarakat menjadi prioritas RKPD, maka dalam
forum Musrenbang Kabupaten/Kota dipastikan :
1. Delegasi masyarakat kecamatan diberikan waktu untuk memastikan prioritas
yang diusulkan dari hasil perencanaan pembangunan partisipatif dapat masuk
ke dalam prioritas RKP Kabupaten/Kota.
2. Agar berbagai usulan prioritas dari masyarakat dapat direalisasikan dalam
penganggaran, maka dalam proses perumusan RKPD Kabupaten/Kota dipastikan
25
keterlibatan anggota legislatif (DPRD) untuk dapat memahami kondisi dan
masalah masyarakat sejak awal.
3. Pelibatan anggota legislatif dalam keseluruhan proses perencanaan partisipatif
dilakukan dalam menjaga kesinambungan prioritas pembangunan dari
perencanaan sampai dengan penganggaran.
4.3.PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri dilakukan oleh masyarakat secara swakelola
berdasarkan prinsip otonomi dan difasilitasi oleh perangkat pemerintahan yang dibantu
oleh fasilitator atau konsultan.
Tahap pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah proses perencanaan selesai dan telah ada
keputusan tentang pengalokasian dana kegiatan. Pelaksanaan kegiatan meliputi pemilihan
dan penetapan tim pengelola kegiatan, pencairan atau pengajuan dana, pengerahan
tenaga kerja, pengadaan barang/jasa, serta pelaksanaan kegiatan yang diusulkan. Personil
tim pengelola kegiatan yang dipilih dan ditetapkan oleh masyarakat, bertanggung jawab
dalam realisasi fisik, keuangan, serta administrasi kegiatan/pekerjaan yang dilakukan sesuai
rencana.
Pada pelaksanaan kegiatan secara swakelola, apabila dibutuhkan barang/jasa berupa
bahan, alat, dan tenaga ahli (konsultan) perseorangan yang tidak dapat disediakan atau
tidak dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat, maka dinas teknis terkait dapat membantu
masyarakat untuk menyediakan kebutuhan tersebut. Dalam proses pengadaan barang/
jasa yang dilakukan harus diperhatikan prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka, adil, dan
bertanggung jawab.
Efisiensi diwujudkan dalam bentuk mencari dan membandingkan harga barang/jasa untuk
kualitas yang sama/setara, serta memilih harga yang terendah sesuai kebutuhan. Untuk
mendapatkan harga yang terendah, masyarakat dapat melakukan pengadaan langsung
kepada sumber penghasil barang/jasa, seperti pabrikan atau distributor/agen resmi atau
pangkalan pasir/batu (dalam hal kegiatan fisik), dan sedapat mungkin menghindari
pengadaan barang/jasa melalui perantara yang tidak memberikan nilai tambah.
Efektivitas diwujudkan dalam bentuk pengadaan barang/jasa oleh masyarakat harus
dilakukan secara tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat waktu, dan tepat pemanfaatan
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan kegiatan.
Keterbukaan diwujudkan dalam bentuk publikasi sekurang-kurangnya pada papan
pengumuman di lokasi pelaksanaan kegiatan yang mudah dilihat dan di sekretariat
pelaksana kegiatan dengan mencantumkan jenis kegiatan, besaran dana, penyedia barang/
26
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
jasa di atas Rp 50 juta, waktu pelaksanaan, dan penanggungjawab kegiatan sehingga
memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengetahui, memonitor, dan mengontrol
pelaksanaan kegiatan.
Keadilan diwujudkan dalam bentuk partisipasi setiap komponen masyarakat untuk terlibat
dalam pelaksanaan kegiatan dan mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari hasil
kegiatan tersebut.
Bertanggung jawab diwujudkan dalam bentuk setiap pengeluaran dana dalam pelaksanaan
pengadaan barang/jasa dan kegiatan dapat dipertanggungjawabkan baik secara
administrasi, seperti pencatatan penerimaan dan pengeluaran, kuitansi pembelian dan
bukti pembayaran honor, maupun secara teknis seperti kuantitas dan kualitas barang/
jasa sesuai dengan rencana.
Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan konstruksi secara swakelola, maka perlu diperhatikan
hal-hal berikut :
a. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang dapat dilaksanakan oleh orang perseorangan,
termasuk kelompok masyarakat melalui swakelola adalah pekerjaan yang
menggunakan teknologi sederhana dan mempunyai resiko kecil, dalam arti
pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan
umum, harta benda, menggunakan alat kerja sederhana, dan tidak memerlukan
tenaga ahli.
b. Dibuat perencanaan teknis berupa gambar teknis, spesifikasi teknis, dan Rencana
Anggaran Biaya dari pekerjaan konstruksi yang akan dilaksanakan. Untuk pelaksanaan
perencanaan teknis dapat dibantu tenaga yang ditunjuk dari dinas setempat yang
membidangi pekerjaan umum atau tenaga ahli (konsultan) perseorangan.
c. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan konstruksi penanggung jawab teknis dapat
dibantu tenaga yang ditunjuk dari dinas teknis setempat yang membidangi
pekerjaan umum atau tenaga ahli (konsultan) perseorangan.
d. Untuk pelaksanaan pekerjaan dapat dibantu pekerja (tenaga tukang dan mandor)
yang pembayarannya dilakukan secara harian berdasarkan daftar hadir pekerja
atau dengan cara upah borongan.
e. Untuk pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan, selain dilakukan oleh perwakilan
tim pengelola kegiatan dapat dibantu tenaga yang ditunjuk dari dinas setempat
yang membidangi pekerjaan umum atau tenaga ahli (konsultan) perseorangan.
Dalam rangka operasionalisasi pengadaan barang/jasa oleh kelompok masyarakat maka
diatur sebagai berikut :
27
a. Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 (lima
juta rupiah) dapat dibeli/diadakan langsung kepada penyedia barang/jasa tanpa
penawaran tertulis dari penyedia barang/jasa yang bersangkutan, dan bukti
perikatannya cukup berupa kuitansi pembayaran dengan materai secukupnya.
b. Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
sampai dengan Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dapat dilakukan dengan
penunjukan langsung kepada 1 (satu) penyedia barang/jasa melalui penawaran
tertulis dari penyedia barang/jasa yang bersangkutan, dan bukti perikatannya
berupa Surat Perintah Kerja (SPK) dengan materai secukupnya.
c. Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp. 15.000.000,00 (lima belas
juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dilakukan
oleh panitia pengadaan yang berjumlah 3 orang yang berasal dari kelompok
masyarakat dengan cara meminta dan membandingkan sekurang-kurangnya 3
(tiga) penawaran dari 3 (tiga) penyedia barang/jasa yang berbeda serta memilih
penawaran dengan harga terendah, dan bukti perikatannya berupa Surat Perintah
Kerja (SPK) dengan materai secukupnya.
d. Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dilakukan oleh panitia pengadaan yang berjumlah 3 atau 5 orang yang
berasal dari kelompok masyarakat dengan cara meminta dan membandingkan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari 3 (tiga) penyedia barang/jasa yang
berbeda serta memilih penawaran dengan harga terendah, dan bukti perikatannya
berupa Surat Perjanjian dengan materai secukupnya.
4.4.PENGENDALIAN
Pengendalian adalah serangkaian kegiatan pemantauan, pengawasan, dan tindak lanjut
yang dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan yang direncanakan sesuai
dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan dan memastikan bahwa dana digunakan
sesuai dengan tujuan program.
Pemantauan dan pengawasan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan
rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul
dan/atau akan timbul. Sedangkan tindak lanjut merupakan kegiatan atau langkah-langkah
operasional, yang perlu ditempuh berdasarkan hasil pemantauan dan pengawasan, seperti
antara lain koreksi atas penyimpangan kegiatan, akselerasi atas keterlambatan, klarifikasi
atas ketidakjelasan, dan sebagainya, untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan kegiatan.
Untuk mendukung pengendalian pelaksanaan PNPM Mandiri, sistem pemantauan dan
pengawasan yang dilakukan meliputi:
28
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
a. Pemantauan dan pemeriksaan partisipatif oleh masyarakat – Keterlibatan
masyarakat dalam pemantauan dan pemeriksaan dari mulai perencanaan
partisipatif tingkat desa hingga kabupaten/kota dan pelaksanaan PNPM Mandiri.
b. Pemantauan dan pemeriksaan oleh Pemerintah – Kegiatan ini dilakukan secara
berjenjang dan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan PNPM Mandiri
dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku dan dana
dimanfaatkan sesuai dengan tujuan program.
c. Pemantauan dan pengawasan oleh Konsultan dan Fasilitator – Pemantauan dan
pengawasan oleh konsultan akan dilakukan secara berjenjang dari tingkat nasional,
regional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Kegiatan ini
dilakukan secara rutin dengan memanfaatkan sistem informasi pengelolaan
program dan kunjungan rutin ke lokasi program. Pengawasan melekat juga
dilakukan oleh fasilitator dalam setiap tahapan pengelolaan program dengan
maksud agar perbaikan dan penyesuaian pelaksanaan program dapat dilakukan
dengan segera.
d. Pemantauan independen oleh berbagai pihak lainnya – PNPM Mandiri membuka
kesempatan bagi berbagai pihak, antara lain, LSM, universitas, wartawan yang
ingin melakukan pemantauan secara independen terhadap PNPM Mandiri dan
melaporkan temuannya kepada proyek atau instansi terkait yang berwenang.
e. Kajian Keuangan dan Audit – Untuk mengantisipasi dan memastikan ada atau
tidaknya penyimpangan penggunaan dana, maka Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) sebagai
lembaga audit milik pemerintah akan melakukan pemeriksaan secara rutin di
beberapa lokasi yang dipilih secara acak.
Mekanisme pemantauan lebih lanjut akan diatur dalam pedoman pelaksanaan monitoring
dan evaluasi PNPM Mandiri
4.5.PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT
Pengaduan persoalan dan pertanyaan dari masyarakat, pelaku program, pemerintah,
kelompok peduli, dan lainnya terkait dengan pelaksanaan PNPM Mandiri disampaikan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Prinsip pengelolaan pengaduan masyarakat
adalah berjenjang yaitu penanganan pengaduan mulai pada tingkat yang terdekat dengan
lokasi pengaduan,agar penanganan dilakukan sesegera dan sedekat mungkin dari lokasi
pengaduan.
Untuk memastikan pengaduan masyarakat ditangani maka dibentuk Sistem Pengelolaan
Pengaduan Masyarakat (SPPM) PNPM Mandiri secara berjenjang yang dikoordinasikan
dengan berbagai pihak terkait di berbagai tingkatan, termasuk aparat pengawasan
29
fungsional (APF) dan aparat penegak hukum (APH). SPPM juga bertanggung jawab untuk
memberikan informasi baik kepada pelapor maupun masyarakat luas mengenai tindakan
penyelesaian yang diambil dan hasilnya. Mekanisme SPPM lebih lanjut akan diatur dalam
pedoman pelaksanaan SPPM.
4.6.EVALUASI
Evaluasi program bertujuan untuk menilai kinerja pelaksanaan, manfaat, dampak, dan
keberlanjutan kegiatan yang dilaksanakan dalam kerangka PNPM Mandiri terhadap tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan.
Kegiatan evaluasi dilakukan secara rutin dan berkala, baik oleh pengelola program maupun
pihak independen seperti antara lain LSM, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan
sebagainya. Kegiatan evaluasi ini perlu disusun secara sistematis, obyektif, dan transparan.
Kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan laporan, hasil pengawasan, dan pengaduan dari
berbagai pihak.
Mekanisme evaluasi lebih lanjut akan diatur dalam pedoman pelaksanaan monitoring
dan evaluasi PNPM Mandiri.
4.7.PELAPORAN
Pelaporan PNPM Mandiri dilaksanakan secara berkala dan berjenjang melalui jalur struktural
(perangkat pemerintah) dan jalur fungsional (konsultan dan fasilitator) guna menjamin
aliran informasi secara cepat, tepat dan akurat kepada setiap pemangku kepentingan.
Yang dimaksud berkala adalah setiap periode waktu tertentu, sedangkan berjenjang adalah
dari satuan unit kerja tingkat masyarakat sampai tingkat Tim Pengendali PNPM Mandiri.
Sistem dan mekanisme pelaporan diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis operasional
masing-masing program.
4.8.SOSIALISASI
Sosialisasi PNPM Mandiri bertujuan untuk memberi pemahaman kepada perangkat
pemerintahan, baik pihak eksekutif maupun legislatif, perguruan tinggi, organisasi dan
lembaga swadaya masyarakat, masyarakat pengusaha, media massa, serta masyarakat
umum lainnya. Hal-hal yang disampaikan meliputi kebijakan, pengertian, tujuan, konsep,
mekanisme dan hasil-hasil pelaksanaan PNPM Mandiri agar terbangun pemahaman,
kepedulian, serta dukungan terhadap PNPM Mandiri.
Sosialisasi dan penyebarluasan informasi dilakukan melalui berbagai media sosialisasi dan
komunikasi secara terus menerus sepanjang pelaksanaan program. Mekanisme sosialisasi
lebih lanjut diatur dalam Strategi Komunikasi PNPM Mandiri.
30
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
Kelembagaan PNPM Mandiri pada hakekatnya bertujuan untuk penguatan
terhadap hak kepemilikan dan memberi kesempatan yang sama bagi semua
individu untuk mengerjakan aktivitas, khususnya dalam meningkatkan kapasitas
dan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif. Pada Bab ini dijelaskan mengenai
struktur kelembagaan dan strategi pengembangan kelembagaan PNPM Mandiri.
5.1. STRUKTUR KELEMBAGAAN
Struktur kelembagaan PNPM Mandiri mencakup seluruh pihak yang bertanggungjawab
dan terkait dalam pelaksanaan serta upaya pencapaian tujuan PNPM Mandiri, meliputi
unsur pemerintah, fasilitator dan konsultan pendamping, serta masyarakat baik di pusat
maupun daerah. Secara umum, struktur organisasi PNPM Mandiri digambarkan berikut
ini.
BAB 5 - KELEMBAGAAN
Departemen/LPND TKPK
Tim Pengendali PNPM Mandiri
Konsultan Nasional Satker (APBN)
Fasilitator
M a s y a r a k a t P e n e r i m a M a n f a a t
TKPKD Provinsi
Tim Koordinasi PNPM Mandiri
SKPD Pelaksana
Satker (APBD)
Komponen co-sharing
BKAD,
MAD/K, UPK
Penanggung Jawab
Operasional
Kegiatan (PJOK)
Lembaga Keswadayaan Masyarakat
TKPKD Kabupaten/Kota
Tim Koordinasi PNPM Mandiri
Pusat
Provinsi
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Konsultan Provinsi
Konsultan Kabupaten/Kota
Catatan: SKPD = Satuan Kerja Perangkat Daerah
TKPK = Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
TKPKD = Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
BKAD = Badan Kerjasama Antar Desa
MAD/K = Musyawarah Antar Desa/Kelurahan
Kab./Kota
31
5.1.1 Pusat
Dalam rangka pengendalian dan koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, dibentuk Tim
Pengendali PNPM Mandiri. Tim Pengendali berikut keanggotaannya ditetapkan oleh dan
bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK).Tim Pengendali PNPM Mandiri terdiri
atas Tim Pengarah dan Tim Pelaksana, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Tim Pengarah
Tim Pengarah terdiri atas Menteri-Menteri dan Kepala Lembaga terkait pelaksanaan
PNPM Mandiri.
Tugas dan tanggung jawab Tim Pengarah adalah memberikan pengarahan kepada
Tim Pelaksana baik materi yang bersifat substantif maupun teknis guna keberhasilan
pengendalian PNPM Mandiri.
b. Tim Pelaksana
Tim Pelaksana terdiri atas pejabat eselon I ke bawah dari berbagai kementerian/
lembaga terkait pelaksanaan PNPM Mandiri .
Tugas dan tanggung jawab Tim Pelaksana meliputi:
1. Merumuskan konsep kebijakan operasional, koordinasi, perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian PNPM Mandiri;
2. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri;
3. Menilai hasil, manfaat dan dampak dari pelaksanaan PNPM Mandiri terhadap
pengurangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja bagi masyarakat
miskin:
4. Mengusulkan pilihan-pilihan peningkatan efektifitas pelaksanaan PNPM mandiri
kepada Tim Pengarah;
5. Melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PNPM Mandiri kepada
Menteri Koordinator Bidang Kesra minimal setiap 3 bulan .
6. Merumuskan konsep kebijakan operasional, perencanaan dan mekanisme
pengendalian PNPM Mandiri yang dituangkan dalam bentuk berbgai pedoman
dan surat edaran.
7. Melaksanakan hal-hal lain yang ditentukan kemudian oleh Tim Pengarah.
Untuk kelancaran koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, lingkup tanggung jawab
instansi pusat yang tergabung dalam Tim Pelaksana PNPM Mandiri terbagi atas
aspek sebagai berikut:
32
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
1. Koordinasi pengendalian PNPM Mandiri: Kantor Kementerian Koordinasi Kesra.
2. Perencanaan dan pengembangan kebijakan serta monitoring dan evaluasi:
Bappenas.
3. Pembiayaan: Departemen Keuangan.
4. Pelaksanaan dan pembinaan teknis: masing-masing Departemen Teknis terkait.
5. Sosialisasi dan komunikasi: Departemen Komunikasi dan Informatika.
Pelaksanaan masing-masing program dikelola oleh Satuan Kerja yang dibentuk di
masing-masing departemen teknis terkait.
5.1.2 Daerah
Struktur organisasi PNPM Mandiri di daerah terdiri dari:
a. Tim Koordinasi PNPM Mandiri Provinsi
Dalam rangka koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, di daerah dibentuk Tim
Koordinasi PNPM Mandiri Provinsi yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi
terkait di daerah di bawah koordinasi TKPKD Provinsi. Tim ini dibentuk berdasarkan
Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh penanggungjawab TKPKD Provinsi.
Tugas Tim Koordinasi PNPM Mandiri Provinsi, adalah sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan substansi pedoman teknis operasional program-program
PNPM Mandiri di provinsi.
2. Mengkoordinasikan penyusunan anggaran dan bantuan teknis berbagai
kegiatan program sektoral di provinsi.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri di provinsi.
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PNPM Mandiri di provinsi.
5. Mensinergikan kegiatan pusat dan daerah.
6. Memantau dan membantu penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul di
dalam pelaksanaan kegiatan serta mengambil tindakan/sanksi yang diperlukan.
7. Melaporkan perkembangan kegiatan, hasil audit, dan evaluasi kepada Gubernur.
8. Memastikan bahwa proses kegiatan sesuai dengan pedoman PNPM Mandiri.
Untuk memperlancar pelaksanaan operasional Tim Koordinasi PNPM Mandiri, di
provinsi dapat dibentuk Satuan Kerja (Satker) yang mendukung operasional di ruang
lingkup wilayah provinsi untuk pelaksanaan tugas-tugas tim yang bersumber dari
APBD Provinsi. Penunjukkan satuan kerja tersebut ditentukan oleh gubernur.
33
b. Tim Koordinasi PNPM Mandiri Kabupaten/Kota
Dalam rangka koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, di daerah dibentuk Tim
Koordinasi PNPM Mandiri Kabupaten/Kota yang anggotanya terdiri dari pejabat
instansi terkait di daerah di bawah koordinasi TKPKD Kabupaten/Kota. Timini
dibentuk berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh penanggungjawab
TKPKD Kabupaten/Kota.
Tugas Tim Koordinasi PNPM Mandiri Kabupaten/Kota, adalah sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan substansi pedoman teknis operasional program-program
PNPM Mandiri di kabupaten/kota.
2. Mengkoordinasikan penyusunan anggaran dan bantuan teknis berbagai
kegiatan program sektor.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri di kabupaten/kota.
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PNPM Mandiri kabupaten/kota.
5. Mensinergikan kegiatan pusat dan daerah.
6. Memantau dan membantu penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul di
dalam pelaksanaan kegiatan serta mengambil tindakan/sanksi yang diperlukan.
7. Melaporkan perkembangan kegiatan, hasil audit, dan evaluasi kepada bupati/
walikota.
8. Memastikan bahwa proses kegiatan sesuai dengan pedoman PNPM Mandiri.
c. Satuan Kerja PNPM Mandiri di Kabupaten/Kota
Pelaksanaan PNPM Mandiri di kabupaten/kota dilakukan oleh satuan kerja
kabupaten/kota.
Kecamatan merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/kota yang
memberikan pelayanan kepada desa/kelurahan dan bertugas memfasilitasi desa/
kelurahan dalam rangka kerjasama antar desa/kelurahan bagi kepentingan program.
Kecamatan juga bertugas untuk melakukan pembinaan, penguatan kapasitas
kelembagaan kerjasama antar desa/kelurahan, serta mengelola administrasi
kegiatan yang diperlukan guna menjamin akuntabilitas dan transparansi program.
Dalam rangka tugas tersebut, di kecamatan dibentuk gugus tugas pelaksanaan
(Penanggungjawab Operasional Kegiatan/PjOK) yang ditetapkan melalui SK Bupati/
Walikota.
d. Masyarakat/Komunitas
Masyarakat membentuk atau mengembangkan kelembagaan masyarakat yang
salah satu fungsinya adalah mengelola kegiatan di kecamatan dan desa/kelurahan.
34
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
Kelembagaan di kecamatan adalah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) dengan
Musyawarah Antar Desa (MAD) sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan
dan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) sebagai pengelola yang bertanggungjawab
kepada MAD. Sedangkan untuk kecamatan di wilayah perkotaan tidak dibentuk
lembaga khusus. Musyawarah antar kelurahan/desa dilakukan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan (Musrenbang) kecamatan reguler. Agar proses di dalam
forum-forum musrenbang tersebut berjalan sesuai aturan yang ada, fasilitator PNPM
Mandiri perlu memastikan bahwa hasil perencanaan partisipatif PNPM menjadi
masukan Musrenbang Kecamatan dan wakil-wakil masyarakat, termasuk dari
lembaga keswadayaan masyarakat, dapat terlibat dalam proses pengambilan
keputusan di forum-forum tersebut.
Kelembagaan PNPM Mandiri di desa/kelurahan adalah lembaga keswadayaan
masyarakat yang dibentuk, ditetapkan oleh masyarakat, dan bertanggungjawab
kepada masyarakat melalui musyawarah desa/kelurahan. Lembaga ini berfungsi
secara kolektif dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan kegiatan PNPM Mandiri
di desa/kelurahan. Prinsip pemilihan keanggotaan dan kepengurusan lembaga
tersebut adalah langsung, umum, bebas, dan rahasia. Proses pemilihan dilakukan
dengan cara: tanpa kampanye, tanpa pencalonan, berjenjang mulai dari tingkat
basis dengan menggunakan kartu pilih, berdasarkan rekam jejak perilaku dan
perbuatannya. Keanggotaan dan kepengurusan bersifat suka rela dan periodik
berdasarkan kesepakatan masyarakat.
Untuk mendukung pengelolaan program, perlu mengembangkan tenaga
penggerak/pelopor masyarakat di dalam melaksanakan kegiatan PNPM Mandiri dan
pembangunan di lingkungannya. Para penggerak tersebut diambil dari warga
masyarakat setempat yang peduli dengan lingkungannya, memiliki komitmen yang
besar terhadap pembangunan masyarakatnya, dan tidak pamrih.
Kelompok-kelompok masyarakat yang sudah ada dapat menjadi pemanfaat,
pelaksana, atau pengelola kegiatan PNPM Mandiri.
5.2 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PNPM MANDIRI
Ruang lingkup pengembangan kelembagaan PNPM Mandiri meliputi pengembangan
aturan formal dan informal. Pengembangan aturan formal meliputi aturan dasar
kelembagaan. Penguatan aturan informal meliputi akomodasi terhadap pengalaman, nilainilai
tradisional, agama, dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subyektif
individu tentang dunia di mana mereka hidup.
PNPM Mandiri bukan semata-mata berisi kegiatan dan sasaran, melainkan seperangkat
aturan yang memungkinkan kegiatan berjalan. Untuk itu, pengembangan kelembagaan
35
PNPM Mandiri perlu mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Semua bentuk intervensi program dan berbagai aturan tidak boleh berbenturan/
mengesampingkan/menghilangkan tatanan sosial masyarakat yang sudah mapan,
seperti: keswadayaan masyarakat, gotong royong, dsb. Bahkan sebaliknya, harus
dikondisikan untuk membatasi perilaku menyimpang yang bakal timbul dalam
pelaksanaan dan mungkin juga intervensi diantara para pelaku. Basis dari kerjasama
bukan sekadar kesamaan tujuan, melainkan aturan main yang sudah disepakati
secara sukarela.
b. Semua aturan baik formal maupun informal yang diterapkan dalam PNPM Mandiri
merupakan akumulasi dari kebutuhan riil masyarakat.
c. Berbagai desain kelembagaan perlu disertai dimensi tata kelola yang baik yang
ditujukan untuk meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan yang bakal muncul.
36
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
BAB 6 - PENDANAAN
DAN PENGELOLAAN KEUANGAN
6.1 SUMBER DAN PERUNTUKAN DANA
Sumber dana pelaksanaan PNPM Mandiri berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik yang bersumber dari Rupiah
Murni maupun dari pinjaman/hibah;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, terutama untuk
mendukung penyediaan dana pendamping bagi kabupaten dengan kapasitas fiskal
rendah;
c. APBD Kabupaten/Kota sebagai dana pendamping, dengan ketentuan minimal 20
(dua puluh) persen bagi kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal rendah dan minimal
50 (lima puluh) persen bagi kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal menengah ke
atas dari total BLM di kabupaten/kota;
d. Kontribusi swasta sebagai perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility);
e. Swadaya masyarakat (asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan individu/kelompok peduli lainnya).
Dana yang bersumber dari APBD, kontribusi swasta, dan swadaya masyarakat tersebut
merupakan kontribusi yang harus bersinergi dengan dana dari APBN, dengan mengikuti
ketentuan pengelolaan keuangan negara dan mekanisme program.
Dana yang berasal dari pendanaan luar negeri, baik hibah maupun pinjaman, selain
mengikuti ketentuan yang berlaku juga bersifat co-financing, sehingga memungkinkan
pemanfaatan berbagai sumber pendanaan secara optimal. Pemanfaatan dana tersebut
dikoordinasikan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri.
Sumber-sumber dana bagi pelaksanaan PNPM Mandiri tersebut di atas digunakan untuk
keperluan komponen-komponen program yaitu: a) Pengembangan Masyarakat; b)
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); c) Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku
Lokal; dan d) Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program.
Dalam pelaksanaan komponen-komponen program tersebut di atas, khususnya
komponen BLM, harus memperhatikan aspek peruntukan dana dan daftar larangan
(negative list) yang telah ditetapkan oleh masing-masing program.
Pengaturan penganggaran dan penyaluran dana BLM menggunakan mekanisme yang
mendukung pembangunan partisipatif, antara lain melalui:
a. BLM yang berasal dari APBN dan APBD menggunakan rekening bagian anggaran
non sektor.
37
b. Penyaluran dana BLM ini langsung ke rekening masyarakat sesuai dengan usulan
yang diajukan.
c. Satuan Kerja bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem administrasi dan
realisasi pencairan DIPA yang dikelolanya.
d. Dana BLM dikelola secara mandiri oleh masyarakat.
e. Penganggaran untuk kegiatan-kegiatan atau program-program pemberdayaan,
khususnya komponen dana BLM dapat diperlakukan sebagai kegiatan dan
anggaran yang bersifat lebih dari satu tahun.
Pengaturan penganggaran dan penyaluran dana untuk komponen pengembangan
masyarakat, peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal, bantuan pengelolaan
dan pengembangan program mengikuti ketentuan dan mekanisme pengelolaan program.
Pemanfaatan anggaran sektoral dan daerah untuk program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat menggunakan aturan berbasis kinerja dengan tetap
mengedepankan sinkronisasi anggaran antar sektor dan masyarakat melalui proses
perencanaan partisipatif.
Untuk menjamin keterpaduan dan sinkronikasi semua kegiatan penanggulangan
kemiskinan berbasis masyarakat beserta anggarannya harus dikoordinasikan dan
mendapat persetujuan dari Tim Koordinasi Nasional atau Provinsi atau Kabupaten/Kota,
sesuai jenjang pemerintahan, sebelum pengesahan DPRD/DPR.
6.2 PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM
6.2.1 Persiapan Penyaluran Dana
Satker PNPM Mandiri di masing-masing tingkatan bertanggungjawab pada aktivitas
pendanaan dan penyalurannya. Pembayaran dan penyaluran dana PNPM Mandiri
untuk masing-masing komponen program dilakukan oleh Satker PNPM Mandiri
dengan mengajukan Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar
(SPM) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang ditunjuk, yang
selanjutnya KPPN tersebut akan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
kepada Bank Pelaksana. Bank Pelaksana akan menyalurkan dana yang diminta
langsung kepada rekening penerima. SPP dan SPM hanya akan diterbitkan oleh
Satker PNPM Mandiri setelah dokumen-dokumen pendukung untuk pencairan dana
dilengkapi dan diverifikasi oleh konsultan pendamping.
Dalam rangka persiapan penyaluran dana BLM, masyarakat diharuskan membuka
rekening bersama (tabungan atau giro) di bank pemerintah terdekat. Untuk setiap
pembukaan rekening bersama maupun pengambilan dana dari rekening tersebut
38
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
harus dilakukan dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) spesimen tanda tangan
anggota masyarakat penerima bantuan.
Penyaluran dana BLM ke rekening masyarakat dan pemanfaatannya dilakukan secara
bertahap atau sesuai kebutuhan dan jenis bantuannya. Jika dalam pelaksanaannya
terjadi penyimpangan atau penyelewengan terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri di
lapangan atau terhadap pemanfaatan dana BLM, maka Satker PNPM Mandiri
berdasarkan masukan dan rekomendasi dari konsultan pendamping maupun
pemerintah daerah setempat, dimungkinkan untuk membatalkan penyaluran dana
BLM sebagian atau seluruhnya.
6.2.2 Tata Cara Pencairan Dana
Tata cara pencairan dana, baik APBN maupun APBD, mengikuti ketentuan dan
mekanisme yang berlaku. Sedangkan, untuk pencairan dana yang bersumber dari
luar negeri, baik pinjaman maupun hibah akan menggunakan mekanisme Rekening
Khusus. Pemerintah Indonesia akan membuka Rekening Khusus yang dibuka di
Bank Indonesia atau Bank Pemerintah yang ditunjuk untuk menampung pencairan
dana pinjaman dan hibah bagi pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri. Rekening Khusus
akan dibuka atas nama Departemen Keuangan.
Seluruh transaksi pencairan dana ke dan dari Rekening Khusus akan disampaikan
oleh pihak bank di mana Rekening Khusus dibuka kepada Pemerintah cq.
Departemen Keuangan dalam bentuk Laporan Rekening Khusus (Special Account
Statement) secara mingguan. Laporan Rekening Khusus harus berisi seluruh
informasi transaksi yang membebani rekening tersebut, seperti: jumlah pencairan
dana, nomor SP2D, tanggal SP2D, penerima dana dan KPPN pembayar.
Dalam rangka pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan program,
pihak Satker PNPM Mandiri akan mengkonsolidasikan seluruh Laporan Rekening
Khusus dengan dokumen SPM yang sudah diterbitkan dalam format-format laporan
pengelolaan keuangan (financial management report) yang disepakati antara
pemerintah dengan pihak donor.
6.2.3 Akuntansi dan Pelaporan
Pengelolaan keuangan program dilakukan oleh Satker PNPM Mandiri mengikuti
sistem dan prosedur akuntansi pemerintah. Satker PNPM Mandiri di Pusat membuat
laporan konsolidasi pengelolaan keuangan program, baik untuk sumber dana yang
berasal dari Rupiah Murni maupun bersumber dari Luar Negeri secara reguler.
Sedangkan untuk Satker PNPM Mandiri di daerah harus membuat laporan
konsolidasi pengelolaan keuangan program yang berisi laporan realisasi DIPA yang
dikelolanya, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD.
39
Format dan bentuk laporan keuangan program yang akan dibuat Satker PNPM
Mandiri harus mengikuti format dan bentuk yang disepakati antara pihak donor/
pemberi pinjaman, Departemen Keuangan, Bappenas dan BPKP. Hal ini penting
dilakukan agar terjadi persamaan persepsi terhadap format dan bentuk laporan
keuangan program untuk menghindari semua pihak yang terkait dengan
pelaksanaan PNPM Mandiri dari tumpang tindih kewenangan.
6.2.4 Audit
Satker PNPM Mandiri berkewajiban menyiapkan dan membuat laporan konsolidasi
pengelolaan keuangan program seperti dimaksud di atas untuk dilakukan audit
oleh lembaga audit internal maupun eksternal. Auditor eksternal yang dipilih oleh
Satker PNPM Mandiri harus dari lembaga audit resmi yang disepakati.
Untuk penggunaan dana yang bersumber dari Luar Negeri, maka laporan audit
tahunan harus disampaikan kepada pihak donor paling lambat 6 bulan setelah
tutup buku masa Tahun Anggaran Pemerintah yang lalu. Permintaan audit PNPM
Mandiri kepada lembaga auditor harus didasarkan atas Kerangka Acuan Audit yang
disepakati.
Lembaga auditor tersebut juga dapat melakukan audit terhadap pencapaian tujuan
program dengan berpatokan pada indikator kinerja sebagaimana telah disepakati.
Unit Pengelola Kegiatan (UPK) atau organisasi masyarakat penerima bantuan,
berkewajiban menyiapkan laporan keuangan/pembukuan dengan format dan
bentuk yang sudah disepakati oleh Satker PNPM Mandiri. Laporan keuangan/
pembukuan tersebut harus tersedia setiap saat untuk diketahui oleh auditor
maupun oleh masyarakat atau pihak-pihak yang ingin mengetahui.
6.2.5 Transparansi
Untuk menjaga transparansi pengelolaan kegiatan dan penggunaan dana BLM di
tingkat masyarakat, maka Unit Pengelola Kegiatan (UPK) atau lembaga keswadayaan
masyarakat penerima bantuan diwajibkan untuk menyebarluaskan keputusankeputusan
yang telah ditetapkan, laporan posisi keuangan, kelompok pengelola
kegiatan dan anggota penerima bantuan serta informasi-informasi lain, antara lain:
1. melalui papan-papan informasi di tempat-tempat strategis,
2. melalui forum-forum pertemuan rutin,
3. melalui media warga,
4. melalui audit tahunan,
5. melalui forum pertanggungjawaban laporan keuangan.
40
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
6.2.6 Akuntabilitas
Selain wajib menerapkan prinsip transparansi, proses pengambilan keputusan dan
pengelolaan kegiatan serta keuangan juga wajib berdasarkan prinsip akuntabilitas
yang harus ditaati secara konsisten oleh semua pelaku PNPM Mandiri.
Akuntabilitas ini pada dasarnya dapat diterapkan dengan memberikan akses kepada
semua pihak yang berkepentingan untuk melakukan audit, bertanya dan atau
menggugat pertanggungjawaban para pengambil keputusan, baik di tingkat
program, daerah dan masyarakat. Oleh sebab itu semua unit pengambilan keputusan
dalam semua tataran program harus melaksanakan proses pengambilan keputusan
masing-masing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk tataran masyarakat antara lain dapat dilakukan kegiatan-kegiatan seperti
konsultasi publik, rapat koordinasi berkala, pertemuan lembaga atau kelompok
masyarakat penerima bantuan, rapat tahunan atau forum pertanggungjawaban,
musyawarah para pihak terkait PNPM Mandiri dan komunitas belajar masyarakat.
6.3 PENGELOLAAN KEUANGAN MASYARAKAT
Masyarakat membuka dan mengelola rekening kolektif masyarakat dengan menerapkan
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. Spesimen tanda tangan dalam rekening
tersebut harus melibatkan minimal tiga orang yang ditetapkan oleh musyawarah
masyarakat.
Pencatatan setiap transaksi keuangan minimal dilakukan dalam buku catatan uang masuk
dan catatan uang keluar yang disertai dengan bukti transaksi seperti kuitansi, bon atau
nota pembelian.
Pengelolaan keuangan oleh masyarakat menerapkan prinsip-prinsip akuntansi/pembukuan
sederhana, dengan memisahkan penanggung jawab pengelolaan dana non-bergulir dan
dana bergulir. Pengelolaan dana non-bergulir dilakukan dengan melakukan pencatatan
pembukuan berdasar aliran kas (cashflow basis), yaitu pencatatan uang masuk dan uang
keluar. Sedangkan pengelolaan dana bergulir harus dilakukan di tingkat UPK atau lembaga
keswadayaan masyarakat penerima bantuan dan dilakukan dengan menerapkan dasardasar
akuntansi/pembukuan sederhana, termasuk penyusunan Neraca dan Rugi Laba.
Pengelolaan dana bergulir oleh masyarakat dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
pengelolaan pinjaman bergulir yang berorientasi pada masyarakat miskin. Artinya tidak
semata-mata berorientasi pada pemupukan dana, namun juga harus mempertimbangkan
aspek pelayanan dan kemanfaatan bagi masyarakat miskin.
Pengurus UPK perlu diperkuat kapasitasnya agar dapat melakukan diversifikasi pelayanan
yang tepat bagi masyarakat miskin di wilayahnya.
41
Pedoman Umum merupakan acuan kebijakan dan dasar penyusunan pedoman
pelaksanaan dan pedoman teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan masingmasing
program yang berada dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri.
Bila di kemudian hari diperlukan perubahan terhadap Pedoman Umum ini, maka
perubahannya harus mendapat persetujuan Tim Pengendali PNPM Mandiri.
BAB 7 - PENUTUP
42
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
LAMPIRAN
43
Strategi operasional PNPM Mandiri terdiri dari tahapan sebagai berikut:
1. PEMBELAJARAN
Tahap pembelajaran merupakan tahap pengenalan bagi masyarakat, pemerintah dan
pelaku pembangunan lainnya. Pada tahap ini masyarakat dan pelaku pembangunan mulai
dari kecamatan hingga desa/kelurahan mendapat kesempatan untuk memahami
mekanisme pengelolaan pembangunan partisipatif yang ditawarkan PNPM Mandiri. Bagi
pemerintah, tahap pembelajaran ditujukan sebagai wahana pembelajaran dalam (i)
penerapan pengelolaan pembangunan partisipatif; dan (ii) penerapan model kerjasama
antara pemerintah nasional dan pemerintah kabupaten/kota dalam mempersiapkan,
melaksanakan dan mengendalikan program.
Tahap pembelajaran membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun, tergantung kepada
kondisi wilayah dan kesiapan masyarakatnya.
Hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai kesuksesan pada tahap ini adalah:
a. Bantuan pendanaan merupakan faktor utama penggerak proses pemberdayaan
masyarakat dibandingkan pada tahap lainnya. Keberadaan bantuan pendanaan
merupakan media untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa mereka mampu
menyusun perencanaan dan melaksanakan pembangunan bagi masyarakat dan
daerahnya sendiri.
b. Disediakan bantuan pendanaan dan pendampingan secara khusus terhadap
perempuan, atau kelompok lain yang terpinggirkan (minimal 30% dari alokasi
Bantuan Langsung Masyarakat).
c. Peran pendamping (fasilitator/konsultan) dalam memfasilitasi proses pelaksanaan
PNPM Mandiri masih sangat dominan.
d. Rasa kepemilikan program dari masyarakat, lembaga sosial dan pemerintah desa
dan daerah belum cukup kuat dan masih sangat bergantung kepada fasilitator dan
konsultan
e. Untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat kepada konsultan, fasilitator
dan konsultan secara taktis dan sistematis harus memberi kepercayaan kepada
pelaku pembangunan di tingkat lokal untuk memfasilitasi proses pelaksanaan PNPM
Mandiri.
f. Proses perencanaan partisipatif belum terintegrasi dengan sistem perencanaan
pembangunan reguler.
LAMPIRAN 1
TAHAPAN STRATEGI OPERASIONAL PNPM MANDIRI
44
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
2. KEMANDIRIAN
Tahap kemandirian adalah proses pendalaman atau intensifikasi dari tahap internalisasi.
Tahap ini dimulai di lokasi-lokasi dimana masyarakat sudah pernah melaksanakan program
pemberdayaan melalui proses berikut: (i) pelembagaan pengelolaan pembangunan
partisipatif di desa/kelurahan dan kecamatan; (ii) pelembagaan pengelolaan pendanaan
mikro yang berbasis masyarakat untuk melayani masyarakat miskin; dan (iii) peningkatan
kapasitas masyarakat dan pemerintah lokal dalam pengelolaan pembangunan partisipatif
dan berkelanjutan. Tahap kemandirian ini membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun.
Hal yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini adalah:
a. Bantuan pendanaan lebih bersifat stimulan sehingga dana dari swadaya maupun
sumber lainnya merupakan faktor penggerak pembangunan masyarakat dan
daerahnya.
b. Fasilitasi pelaksanaan PNPM Mandiri lebih banyak dilakukan oleh pelaku
pembangunan lokal dari masyarakat sendiri.
c. Rasa kepemilikan program dari masyarakat dan pemerintah daerah sudah cukup
kuat, sehingga peran fasilitator/konsultan lebih difokuskan pada peningkatan
kapasitas masyarakat, pelaku pembangunan lokal dan perangkat pemerintah
daerah.
d. Masyarakat, pemerintah daerah, konsultan dan fasilitator sudah merupakan mitra
sejajar.
e. Proses perencanaan partisipatif telah terintegrasi ke dalam sistem perencanaan
pembangunan regular.
3. KEBERLANJUTAN
Tahap keberlanjutan dimulai dengan proses penyiapan masyarakat agar mampu
melanjutkan pengelolaan program pembangunan secara mandiri. Proses penyiapan ini
membutuhkan waktu setidaknya satu tahun. Pada tahap keberlanjutan masyarakat
mampu menghasilkan keputusan pembangunan yang rasional dan adil, semakin sadar
akan hak dan kewajibannya dalam pembangunan, mampu memenuhi kebutuhannya
sendiri, dan mampu mengelola berbagai potensi sumber daya yang ada dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.
Hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai kesuksesan dalam tahapan ini adalah:
a. Swadaya masyarakat merupakan faktor utama penggerak proses pembangunan,
b. Perencanaan secara partisipatif, terbuka dan demokratis sudah menjadi kebiasaan
45
bagi masyarakat dalam merencanakan kegiatan pembangunan dan masyarakat
mampu membangun kemitraan dengan berbagai pihak untuk menggalang berbagai
sumber daya dalam rangka melaksanakan proses pembangunan,
c. Kapasitas pemerintahan daerah meningkat sehingga lebih tanggap dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, antara lain dengan menyediakan dana
dan pendampingan.
d. Keberadaan fasilitator/konsultan atas permintaan dari masyarakat atau pemerintah
daerah sesuai keahlian yang dibutuhkan.
46
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
LAMPIRAN 2
RANCANGAN MEKANISME PELAKSANAAN PNPM MANDIRI 2009-2015
Satker PNPM
di daerah
(APBN/APBD)
BLM
(Bantuan Langsung
Masyarakat)
SKPD/Satker Sektor
di daerah
(APBN/APBD)
Peningkatan
kapasitas
Pemda dan
pelaku lokal
Jalan
Air Minum
Perumahan
Sekolah
Rumah Sakit
KUMKM
Dana Bergulir
Ternak
Dan lain-lain
Fasilitator/pendampingan
pelaksanaan teknis kegiatan
(dapat disediakan oleh sektor terkait)
Fasilitator/pendampingan proses
pemberdayaan masyarakat
47
LAMPIRAN 3
PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
III
Pemetaan Swadaya:
• Pencacahan KK miskin
• Merumuskan kebutuhan
• Memetakan potensi yang dpt
utk memecahkan masalah
• Merumuskan visi bersama
IV
Pengorganisasian Masyarakat:
Adanya lembaga/kelompok keswadayaan masyarakat
yang dibentuk, diakui, dan dikelola oleh masyarakat
secara transparan dan bertanggungjawab untuk
memenuhi kebutuhan bersama
V
Penyusunan Rencana:
• Membahas berbagai kebutuhan
pembangunan
• Menyepakati prioritas
pembangunan
• Menyusun rencana kegiatan
jangka pendek dan menengah
berdasarkan visi bersama, serta
potensi sumber
pembiayaannya.
VI
Pelaksanaan Kegiatan:
• Pembentukan tim-tim
pelaksana dan pemantau
kegiatan di desa/kelurahan
• Pertanggungjawaban
kegiatan
VII
Pemanfaatan & Pemeliharaan
Hasil Kegiatan
Pengelolaan & pemeliharaan
pelayanan & prasarana yg sudah
dibangun/dilaksanakan
I
Sosialisasi awal dan
Musyawarah Masyarakat:
• Kegiatan sosialisasi
• Penyamaan
pemahaman, prinsip dan
bagaimana program akan
dilaksanakan
II
Mengenali Kemiskinan:
• Identifikasi kemiskinan
• Kesepakatan kriteria
miskin
• Merumuskan masalah
dan penyebab
kemiskinan
48
PEDOMAN UMUM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI
Logo PNPM Mandiri menggambarkan simbol bunga yang sedang mekar yang
merepresentasikan tingkat kemajuan masyarakat. Bunga ini terdiri dari tiga buah kelopak
yang diartikan sebagai tiga tahapan proses pemberdayaan, yaitu tahap pembelajaran,
kemandirian, dan keberlanjutan.
Penggunaan warna pada logo PNPM Mandiri mengandung arti sebagai berikut:
· Biru laut (Cyan:68, Magenta:15) melambangkan pelayanan publik,
· Hijau daun (Cyan:45, Yellow:75) melambangkan kesejahteraan, dan
· Oranye keemasan (Cyan:5, Magenta:56, Yellow:83) melambangkan kemuliaan.
Secara keseluruhan warna-warna pada logo mengandung arti bahwa dengan pelayanan
publik yang baik akan tercipta kesejahteraan yang pada akhirnya menuju pada kemuliaan
(melalui peningkatan harkat, martabat, dan derajat manusia).
Tulisan PNPM Mandiri juga mengandung arti bahwa program ini dirancang secara nasional
sebagai upaya pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian.
Logo PNPM Mandiri dapat digunakan oleh berbagai pihak yang melaksanakan kegiatankegiatan
yang berkaitan dan sejalan dengan PNPM Mandiri.
LAMPIRAN 2
PENGERTIAN LOGO PNPM MANDIRI

Label: