Jumat, 24 Oktober 2008

Erpangir Kulau

Erpangir Kulau adalah upacara mandi untuk mengusir roh jahat atau menyucikan diri dari pengaruh roh jahat, memberi sesajian kepada yang kuasa supaya diberikan rejeki. Upacara ini masih dapat ditemukan di beberapa tempat. Sering juga dilakukan upacara perkawinan, membuat nama anak dan menolak penyakit yang dibuat oleh roh-roh jahat.

Upacara Perumah Begu

Upacara Perumah Begu masih tetap ada diantara penganut animisme. Dalam upacara perumah begu ini seorang dukun dapat berkomunikasi dengan roh-roh para leluhur dengan mengijinkan roh-roh itu masuk kedalam tubuhnya. Dengan cara ini kita dapat mengetahui tentang hal-hal yang akan datang dan masa lalu para leluhur dapat disingkap.

Erdemu Bayu

Upacara lain yang dapat dilihat di Karo adalah Erdemu Bayu yaitu pesta perkawinan, suatu pesta upacara yang melibatkan banyak orang, baik dari pihak Pengantin Pria, pihak Pengantin Wanita, Kalimbubu, Anak Beru dan Sembuyak. Di dalam perkawinan Karo pihak wanita masuk ke dalam klan pihak Pria dan pihak Pria harus membayar Tukur (mas kawin) kepada Kalimbubu.


Lingga

Di desa ini terdapat bangunan rumah radisional Karo berusia 250 tahun yang dikenal dengan nama Rumah Siwaluh Jabu dihuni oleh 8 kepala keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteram. Bahan bangunan rumah tradisional ini dari kayu bulat, papan, bambu dan beratap ijuk tanpa menggunakan paku yang dikerjakan tenaga arsitektur masa lalu. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata ini 15 Km yang dapat menggunakan kendaraan umum dan juga kendaraan (bus) wisata.

Dokan

Dokan merupakan sebuah desa yang indah, memiliki delapan rumah tradisional dan tinggal 7 rumah yang masih digunakan. Sari 300 keluarga yang tinggal di Dokan, 56 keluarga tinggal di rumah tradisional, hamper 20 % dari jumlah penduduk. Dokan memiliki atmofir yang menyenangkan dan tidak terlalu banyak yang mengunjunginya. Pesta tahunan biasanya diselenggarakan pada bulan Juli. Pada waktu itu, tarian tradisional juga ditampilkan. Semua rumah tradisional Karo mempunyai pemilik. Di Dokan penduduk tersebut masuk ke Marga Ginting, merupakan marga terbanyak di Dokan. Pemiliknya haruslah seorang an sudah tua agar mengerti tradisi masyarakat Karo. Rumah Besar di bangun pada tahun 1993, tetapi kebanyakan rumah tersebut sudah tua. Delapan keluarga kira-kira 40-50 orang tinggal didalam satu rumah.

Peceren

Peceren merupakan sebuah desa kecil di pinggiran Kota Berastagi yang didiami kira-kira 700 keluarga. Nama resminya adalah Sempa Jaya, tetapi kebanyakan warga hanya mengetahui nama aslinya yaitu Peceren. Peceren memiliki enam rumah adat tadisional Karo, yang masih digunakan ada empat. Dua rumah lagi tidak dapat didiami. Rumah tertua kira-kira berumur 120 tahun. Delapan keluarga tinggal di rumah tradisional, karena mereka agak tidak praktis dan kaku dengan kehidupan modern. Warga agak kewalahan menjaga rumah tersebut agar terlihat bagus. Kita dapat mengunjungi dan melihat bagaimana warga yang hidup didalamnyaPesta tahunan yang diselenggarakan di Peceren diadakan pada bulan Oktober. Dari Peceren kita dapat berjalan sepanjang lahan pertanian menuju Ujung Aji sisi lain dari Berastagi. Untuk mencapai Peceren kita dapat menggunakan transportasi local tujuan Medan atau dengan berjalan kaki. Jalan kecil menuju desa utama, pada sisi sebelah kanan, mulai 1 Km dari Monumen Berastagi.






next


































Peninggalan Meriam Putri Hijau

Bukti peninggalan sejarah Puntungan Meriam Putri Hijau dapat kita temui di Desa Sukanalu dan Seberaya yang hingga sekarang masih dianggap oleh masyarakat mempunyai magik dan setiap tahun dibersihkan serta sesajen (upah0upah) atau cibal-cibalen oleh masyarakat setempat. Jarak dari kota Berastagi ke Desa Sukanalu 23 Km dan ke Seberaya 7 Km. Untuk mengunjungi objek wisata ini dapat menggunakan kendaraan ukuran besar dan transportasi bus umum.

Legenda (Cerita rakyat)

Gundala-gundala memiliki arti sebuah tarian topeng. Zaman dahulu di Tanah Karo, tinggallah seorang raja dan seorang putrinya yang menikah dengan panglima tertinggi kerajaan. Suatu waktu keluarga kerajaan membuat jalan setapak menuju hutan, dan ketika mereka sedang berada di hutan, mereka bertemu dengan seekor burung yang sangat besar yang disebut GURDA-GURDI. GURDA-GURDI berasal dari serangga.

Setelah melihat seorang gadis cantik, GURDA-GURDI ingin menjadikannya sebagai isterinya, tetapi karena gadis itu telah menikah suaminya dan raja sangat marah, kemudian mereka pun berperang di tengah hutan. Akhirnya pasukan raja dapat mengalahkan GURDA-GURDI. Atraksi ini biasanya dipertunjukkan masyarakat Karo pada upacara ritual untuk menyuruh agar hujan turun. Tetapi untuk saat ini atraksi ini normalnya dibuat untuk menyambut tamu khususnya dan kegiatan lainnya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda